Mohon tunggu...
Cathaleya Soffa
Cathaleya Soffa Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu Rumah Tangga

Bersyukur dan jalani saja hidup ini. Man jadda wa jadaa.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Guruh Bergemuruh

2 April 2019   15:04 Diperbarui: 2 April 2019   16:28 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source: skyrocketstudio.com

Tak ada yang tersisa selain rintik rintik hujan.
 Datang. Singgah. Sesaat tinggal dan mengasap.
Gemuruh guruh bersahutan. Diantara tebing tebing curam, awan menggantang.
Hujan  lebat berkelebat. Berlari angkuh. Tanpa tahu jati diri.

Dengar. Dengar suara suara itu.
Dengar. Dengar suara ricik air yang mulai berjatuhan.
 Sebentar lagi air bah memacu detak. Menggurita ribuan kali. Mengetuk ngetuk genting.
Dengkur suaranya menggema. Di ujung telinga kaki kakinya pecah. Jadilah bulir bulir bening. 

Pyar... Pyar... pyar... pyar...

Kelabu itu kemudian mencacah ruang ruang angkasa.
Cakrawala lantas beringsut undur diri. Sembunyi di balik lekuk lekuk mega.
Adakah celah untuk matahari bersinar? Adakah cercah cahaya untuk terbangkan ruh ruh kehidupan?
Sekujur nalar. Dan selongsong hati sudah tersujud. Penerimaan.

Kenikmatan ragawi sudah ditunduh. Tak peduli peti peti mati menjadi petir. Abai.
Luaskan selembar hati ini dengan cahaya. Selapang dada ini menerima.
Tuhan telah mencipta dengan segala kesempurnaan.
Menjadi yang terbaik untuk Nya. Bukan di mata insan dunia.

Ciputat, 2 April 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun