Hatiku yang runtuh sudahlah jangan kau bangun kembali. Sudah pergi untuk yang kesekian kali.
Karena. Kita. Adalah gravitasi yang tertimpa kamuflase. Runtuhan runtuhan besi mengepul saling mengikat. Namun saling melempar sunyi. Bukankah ini ironi?
Jika rumah kita adalah tempat bersama meraih jemari. Lalu mengapa ada perih perih tak nampak.Â
Dan kita pun ber debur. Jantung kita berlarian. Untuk menjaga rintik embun yang masih tertinggal.Â
Ciputat, 19 Juni 2018
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!