Cerpen : Perempuan Penetes Airmata
Perempuan itu terus melangkah mengisi hari-harinya bersama airmata yang mengalir dari kelopak matanya yang hitam. Airmatanya terus  mengalir hingga ke telapak kakinya. Menyusup dalam seluruh tubuhnya.  Seolah-olah airmata itu menjadi virus yang amat ganas yang bersarang ke dalam tubuh hingga badannya kurus kering berselimutkan tulang. Dan kepada setiap pengurus panti asuhan, perempuan bersama airmata itu selalu bertanya tentang anaknya yang pernah dibuangnya. Buah hatinya yang pernah ditelantarkannya hingga tak tahu lagi rimbanya.
" Apakah Ibu yang mengasuh anak saya yang saya titipkan disini," tanyanya dengan penuh linangan airmata kesedihan.
" Mohon maaf Bu. Kami tidak pernah menerima bayi dan anak yang dibuang orangtuanya," jelas pengurus Panti Asuhan.
" Apakah saya boleh melihat anak-anak yang diasuh di sini," pintanya dengan diksi memelas.
" Oh, silahkan kalau Ibu mau melihatnya. Tapi saya yakin Ibu tidak akan pernah mendapatkan anak Ibu di sini karena kami tidak pernah menerima anak-anak dari hubungan gelap," urai pengurus Panti Asuhan.
Perempuan penetes airmata itu melihat kegirangan anak-anak dalam Panti Asuhan. Mareka terlihat amat bahagia kendati hidup dalam Panti Asuhan.Anak-naka masa depan itu tampak oleh matanya yang berlinang airmata sangat bahagia. Sangat bahagia. Sesuatu yang tak pernah dia rasakan selama ini. Hanya sebuah kepedihan hidup yang dia nikmati bersama airmata yang terus menetes tanpa henti dari kedua bola matanya.
###
Perempuan itu masih terus melangkah dan melangkah mengisi hari-harinya bersama airmata yang terus menetes hingga membanjiri seluruh badannya. Mengalir hingga membasahi telapak kakinya yang tanpa alas. Airmata seakan menjadi tumor ganas yang menggerogoti tubuhnya hingga badannya hanya berselimutkan tulang belulang semata. Dan kepada pengurus makam, dia bersama airmatanya bertanya tentang makam Ibunya yang pernah diusirnya. Orang yang melahirkannya rela diusirnya hanya karena kesenangan duniawi semata terusik oleh kehadiran Ibunya di rumahnya.
" Apakah Ibu saya dimakam disini," tanyanya dengan airmata yang berderai hingga membasahi rumput pemakaman yang tertata rapi bak real estate.
" Mohon maaf Ibu. Disini yang dimakamkan adalah kelompok orang yang berduit. Mareka sudah membeli lahan pekuburan ini untuk keluarganya dengan haraga mahal," jawab pengurus pemakaman.