Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Mandat Ketiga dari Rakyat

22 November 2021   08:27 Diperbarui: 22 November 2021   12:25 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Cerpen : Mandat Ketiga dari Rakyat

Cahaya keemasan rembulan makin menipis. Malam makin membangkrutkan diri. Di sebuah rumah tua, beberapa orang terlihat masih berkumpul. Asap rokok mengumpal. Mengornamen ruangan itu. Narasi-narasi patriotik terus bergema. Ramaikan semesta.
" ini adalah momentum terbaik bagi kita dan rakyat  untuk menyelamatkan daerah ini dari berbagai beban. Dan kami sangat yakin dan percaya, bapak adalah orang yang tepat untuk memimpin daerah ini. Kapasitas dan kapabilitas Bapak sudah teruji.Dan Insya Allah dengan niat yang baik dan dukungan yang positif dari rakyat,daerah kita akan terbebas dari beban sebagai daerah tertinggal,"ujar seorang ketua Partai.
" Ini amanah yang harus kami serahkan dan mandatkan kepada Bapak dari para konstituen kami. Mareka yakin hanya Bapak yang bisa menyelamatkan daerah ini,"  sela Pengurus Partai yang lain.

Mendengar narasi patriotik yang bergema, lelaki itu terdiam. Baru kali ini beban yang diamanatkan kepadanya amat berat.Ya, amat berat karena harus mereparasi ulang daerah Ancok Lilot sejajar dengan daerah lainnya. Dan itu amat berat. Perlu perjuangan yang sungguh-sungguh ekstra untuk mengembalikan citra daerah Ancok Lilot sebagai daerah yang bermartabat dan berdaya saing tinggi.

Ini adalah amanah ketiga yang diterimanya dalam masa pengabdiannya sebagai birokrat. Dan sebagai putra daerah dirinya berkewajiban mengemban amanah dari rakyat daerahnya. Apalagi berbagai predikat buruk telah diterima daerah kelahirannya.Mulai daristatus daerah tertinggal hingga zona merah yang merupakan predikat terburuk dalam tata kelola pemerintahan yang sempat ditinggalkannya. Dan sebagai birokrat dirinya heran dengan predikat buruk itu. Padahal potensi daerah ini sangat luarbiasa dan menjadi incaran para investor.

Lelaki birokrat itu masih ingat ketika memimpin daerah inilima tahun yang lalu,potensi sektor perikanan dan kelautan menjadi narasi para petinggi di departemen. Demikian pula dengan potensi sejarahnya yang amat layak dijual karena pernah didatangi Presiden pertama saat masa penjajahan. Belum lagi potensi ekonomi lainnya yang sangat menjanjikan bagi sejahteranya rakyat.

Lelaki itu awalnya ingin berhenti mengabdi. Sudah sepantasnya dia beristirahat.Apalagi desakan dari keluarga sangat memintanya untuk beristirahat dari pengabdian. 

Namun desakan yang datang menghampiri dirinya sangat luarbiasa. Datang bak gelombang tsunami membuatnya harus menunda istirahat dimasa pensiunnya. Desakan yang datang dari para warga bertubi-tubi bak mesiu yang dilontarkan dimedan perang membuatnya tak bisa menolak amanah suci dari para rakyat.
" Kalau Bapak tak maju dalam pesta demokrasi kali ini, maka Bapak sama saja dengan menghianati daerah ini," ujar seorang tokoh masyarakat.
" Benar sekali Pak. Ini amanah murni dan suci dari rakyat yang harus Bapak pertanggungjawabkan diakherat nanti," sela tokoh agama.

Dan ketika lelaki itu mengiyakan untuk memikul amanah, rakyat bersorak gembira. Dengan semangat gotong royong yang merupakan simbol daerah ini saat didirikan, rakyat secara bersama-sama dan dibaluti semangat kebersamaan yang tinggi serta saling bahu membahu mengkampanyekan dirinya secara murni tanpa adanya unsur paksaan dan uang. Rakyat kompak. Berbagai posko pemenangan dibangun dengan sukarela. Semua rakyat bergerak dan bergerak secara sukarela.

Kondisi ini membuat pesaingnya terkejut dan kaget setengah mati. Timpemenangan yang mareka bentuk selalu bekerja berdasakan uang dan anggaran.tak ada anggaran tak ada aktivitas. Tanda-tanda kekalahan mulai terlihat dengan makin sepinya rakyat yang berkunjung ke posko pemenangannya. Dan ini yang membuatnya kecewa.
" Saya heran dengan situasi sekarang ini.Kenapa rakyat tidak mau berkumpul lagi di posko ini," tanyanya.
Semua yang ada diruangan itu terdiam. Membisu. Hening.Tak ada yang menjawab.Desis angin pun terhenti.

Sebagai pesaing yang memiliki dana besar dan didukung Partai, pesaingnya yakin akan mampu memenangkan pertarungan demokrasi ini dengan mudah. Nyatanya untuk mengumpulkan 30 orang saja, susahnya minta ampun.Bahkan tim pemenangannya harus merengek-rengek kepeda masyarakat untuk datang.
" Datang saja Pak.Soal pilihan Bapak yang lain di TPS nantinya, tak masalah.Yang penting Bapak datang dan jangan mempermalukan kami," ujar seorang tim pemenangannya dengan nada memelas.
' Iya, Pak. Tolong kami Pak. Tolong lah Pak," sela tim pemenangan lainnya dengan narasi memelas bak pengemis yang sering meminta-minta di jalanan.

Rayaun yang terus mereka gelorakan tetap membuat rakyat enggan datang.  Mareka sibuk mengkampanyekan lelaki itu yang menjadi idola masyarakat. Mareka berjuang dengan ihklas dan sukarela untuk kejayaan dan martabat daerah mereka. Hidup tak selalu harus diukur dengan fulus dan fulus. Harga diri rakyat sebagai pemegang kekuasaan teringgi tak bisa dhargai dengan lembaran fulus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun