Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Gelombang Pasang Menyatukan Cinta yang Tertunda

19 November 2021   13:31 Diperbarui: 19 November 2021   13:35 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Senja itu, ditemani gerombolan burung camar yang menari-nari dilangit biru, Seorang lelaki dengan langkah kaki setengah tergesa-gesa menuruni tangga menuju tepi pantai Batu Kapur. Kakinya sangat lincah sekali dia menuruni tangga yang terbuat dari bebatuan alami. Dan hanya dalam hitungan detik, dia sudah tiba di perahunya. Senja mulai menghitam dan gelap. Pertanda malam akan tiba.

Di Pantai gelombang laut terlihat sangat kencang. Maklum ini musim barat. Adalah sebuah kelaziman bila musim barat, nelayan sangat was-was. Terutama terhadap kondisi perahu yang mereka tambatkan di Pantai yang sangat eksotik itu. Berayun-ayun dihantam gelombang musim barat yang kencang.

Cagal, nama lelaki perkasa itu. Yang hidup dan menghidupi diri dari laut dan perahu. Bersama dengan sepoinya angin laut, dia bahagia. Bersama perahu, lelaki itu bahagia. Mengarungi ganasnya ombak dilautan. Padahal di tepi pantai ini, dia pernah terluka. Ya...
Dia pernah terluka.


"Kamu itu lelaki macam apa, Cagal. Istri dibawa orang lari kok kamu diam saja. Tak ada usaha untuk mencari," teriak Ayahnya saat mendengar istrinya kabur bersama seorang lelaki Pulau seberang.
"Dia sudah tak mencintai aku lagi, ayah. Jadi biarkan dia bahagia bersama lelaki pilihan hatinya, " sahut Cagal.
"Kalau lelaki lain, sudah terhunus pisau ke perut lelaki biadab itu. Kamu kok tenang-tenang saja," lanjut Ayahnya.
"Dia bahagia bersama lelaki itu, ayah. Biarkan dia menikmati kebahagiannya. Dan kini bukan musimnya lagi main pisau. Kini musim mencari istri baru," jawab Cagal sambil terkekeh. 

Ayahnya terdiam. Sepoi angin malam menghantam wajah tuanya. Ada rasa dingin yang menghampiri tubuh rentahnya. Bergegas dia masuk ke dalam rumah. Tak mampu melawan hawa dingin yang ditebarkan angin malam. Meninggalkan Cagal sendirian yang asyik dengan radio barunya. Suara penyanyi dangdut terdengar amat genit saat mendendangkan lagu.

Malam makin merentah. Hanya suara penyanyi dangdut di radio yang masih terdengar mewarnai malam yang makin tua.

Berita tentang istri Cagal yang dibawa kabur pria lain menjadi kisah lalu pria itu. Semua warga sudah melupakannya. Amnesia warga terhadap kisah kasmaran itu telah tertanam dalam-dalam. Sebagaimana kisah para pencari suara yang selalu mengamnesia warga dengan cerita barunya tanpa rasa malu.

"Saya yakin dalam waktu dekat ini, Cagal akan beristri lagi. Dia kan cukup ganteng," ujar Mang Roy saat para warga sedang berkumpul di warkop.
"Benar. Cagal kan beruang. Pasti banyak  perempuan diluar sana yang ingin diperistrikannya," sahut Mang Junai.
"api apa segampang itu, Cagal mencari istri idaman? Luka hatinya masih membekas. Dan saya tak yakin Cagal akan selekas itu mencari pengganti istrinya," jawab Mang Agam.
"Saya dengar Ayu sudah kembali dari Malaysia. Suaminya meninggal di sana. dan kini Ayu kembali ke rumah orang tuanya," terang Mang Tahar.

Mendengar informasi dari Mang Tahar, semua warga terdiam. Semua warga Kampung sangat mengetahui bagaimana kisah asmara antara Cagal dan Ayu saat keduanya masih bersekolah di SMA. Hanya karena faktor orang tua keduanya harus terpisah. Ayu menikah dengan juragan ikan asal Malaysia dan diboyong ke negeri Jiran. Sementara Cagal menikah dengan Halimah tetangga dekat rumahnya.

Berita kepulangan Ayu ke Kampung menjadi trend topik para warga. Mareka membicarakan soal kepulangan Ayu ke kampung halaman da kini tinggal bersama orang tuanya.

"Kini baru keluarga Ayu sadar bahwa hidup itu tak selalu diatas," ujar Cik Vony.
" barat air di lautan. Kadang pasang. Kadang surut. Itulah dinamika kehidupan," sahut Cik Mina.
"Makanya kita harus sadar diri ketika berada dipuncak. Jangan mentang-mentang," lanjut Cik Vony.
"Apakah Cagal tahu kalau Ayu sudah kembali ke Kampung ini," tanya Cik Mina.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun