Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Dalam Pesona Purnama, Ada Cahaya Mentari

28 Oktober 2021   20:37 Diperbarui: 28 Oktober 2021   20:50 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tak terbendung sebagaimana tak terbendungnya keinginan petinggi Parpol untuk menjadi Capres dan Cawapres. Beberapa tawaran kerja di beberapa instansi dan lembaga negara di tolaknya dengan alasan belum saatnya dan serta  tidak sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.

Dan ketika Rian dengan status sebagai duda satu anak meminangnya, Dara tak kuasa menolak. Setidaknya untuk memuaskan nafsu hidup ayahnya. Sebagai anak sudah saatnya Dara membahagiakan orang tuanya sebelum ajal menjemput. Dan ketika pinangan pun terjadi, Rian tak mempersoalkan perjanjian hati yang dibuat Dara. 

Bagi Rian, kehadiran Dara bisa menjadi teman hidup dan pertumbuhan anaknya yang sendiri tanpa kasih sayang seorang wanita sejati. Bagi Rian kasih sayang  untuk sang anak lebih penting dari pada kasih sayang yang akan  didapatkannya dari Dara.

Usai ijab kabul, Dara diboyong Rian ke Kota. Sebuah rumah dengan halaman luas dan bercorak masa kini telah siap menantinya. Iringan doa dari sanak keluarga mengantarkan Dara larut dalam perjalanan baru sebagai  seorang istri dan ibu.

"Hati-hati ya nak. Jaga dirimu baik-baik. Perlakukan suamimu sesuai kodratnya. Dan rawatlah suami dan anaknya dengan setulus hati,"pesan sanak keluarganya saat dara dan Rian berpamitan.

Malam itu adalah malam pertama Dara tinggal bersama Rian dan anaknya. Kepenatan usai perhelatan ijab kabul mengantarkna keduanya terlelap tanpa peraduan yang sama sebagaimana yang menjadi impian para pengantin baru. Riann terlelap di kamar depan. Sementara Dara bersama putri Rian. Melepaskan kepenatan cara masing-masing usai hajatan yang melelahkan.

Lima tahun perjalanan berumah tangga tanpa saling beradu kasih sayang diperaduan membuat Rian mulai bersikap. Malam-malam tanpa peraduan yang sama, membuat Rian merasa dirinya sebagai lelaki tak berdaya dan lunglai. 

Kejantanannya sebagai lelaki dipertaruhkan. Jeritan kelaki-lakiannya dipermalukan. Kasih sayangnya yang mendalam kepada puti semata wayangnyalah yang membuat Rian mampu bertahan dalam lima tahun itu.

Dan  sebagai lelaki dewasa Rian  mulai tersadar. Martabatnya sebagai lelaki jantan seakan-akan dipermainkan. Harga dirinya sebagai lelaki terusik tajam. Sikap Rian mulai berubah. Rian  jarang pulang ke rumah. Keramahan yang menjadi simbol Rian tak nampak. Dan Dara merasakan itu. Sangat merasakan. tegur sapa yang selalu menjadi simbol keduanya kini tak ada lagi. Saling berdiam diri..

Sikap pembelotan Rian ini justru membuat Dara tidak marah dan bahagia. Dara malah gembira. Setidaknya kehobian menulisnya tak terganggu. Setidaknya ratusan naskah telah diproduknya selama lima tahun ini dan terpublikasikan. Beberapa buku telah dipublikasikannya. Geraknya pun makin luas dan bebas. Tak ada yang membatasi. Tak ada yang membebani pikirannya

Malam itu purnama memancarkan cahayanya. Di teras rumah yang berasitektur moderen yang terang, dua manusia berbeda jenis ini saling mengekploitasi diri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun