Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Dalam Pesona Purnama, Ada Cahaya Mentari

28 Oktober 2021   20:37 Diperbarui: 28 Oktober 2021   20:50 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pentas keseniannya yang sarat dengan perlawanan terhadap penguasa selalu mendapat respon yang positif dari penggemarnya tanpa terkecuali. Penggemarnya banyak. Tak terkecuali Dara.

Keakraban Dara dengan Dian Akew makin membawa gadis dari sebuah pulau itu tenggelam dalam pergulatan emosi jiwanya yang memang berkadar pemberontak. Dian Akew selalu mencerahkan gairah hidupnya dan mencerdaskan daya kritisnya terhadap alam sekitar.

"Kalau kita hidup hanya memikirkan diri kita sendiri maka lebih baik kita hidup di hutan. Di hutan pun para binatang selalu berineraksi dengan sesama penghuninya. Apalgi kita sebagai makhluk yang paling tinggi derajatnya," ungkap Dian Akew  kepada Dara saat rehat dari sebuah latihan.

"Saatnya kita mengasah nurani. Mengasah jiwa raga untuk selalu berbagi dan membantu sesama kita. Toh kita juga tak akan miskin dan papa kalau membantu sesama manusia," lanjut sang sastrawan berparas flamboyan.

Keakraban Dara dengan Dian Akew bukan hanya sekedar seorang penggemar setia belaka. Dara merasa ada sesuatu yang terasa saat bertemu dan bertatap muka serta berbicara dengan sastrawan ini. Sebagai gadis, Dara merasa ada getaran-getaran asmara yang dialaminya.

Dan ketika pada suatu ketika Dian Akew mengajaknya bersama rombongan untuk pentas keluar kota, Dara tak kuasa menahan kegembiraannya. Apalagi permintaan itu disampaikan Dian Akew kangsung kepadanya saat Dara berada di sanggar sang sastrawan. " Kamu ikut ya dalam pementasan kita di luar kota," ajak Dian Akew.

Usai pentas yang mampu menyedot dan menghipnotis ribuan penonton hingga acara selesai , Dara tanpa tersadari melintas di kamar penginapan Dian Akew yang terpisah dari rekan-rekannya. 

Sapaan khas sastrawan menghentikan langkah Dara. Seniman itu tampak sedang santai di depan kamarnya yang menghadap ke hutan kecil dengan ditemani sebatang rokok yang masih mengepul asapnya ke udara dan segelas kopi yang sudah tersedot setengahnya. 

Cahaya rembulan memancarkan sinarnya ke arah wajah sang seniman sehingga keflamboyanannya sebagai manusia tampak berkharisma.

"Baru pulang,Mbak dara jelita," sapa Dian Akew dengan nada puitis.

Dara kaget. Jantungnya seakan mau copot akan sapaan sang sastrawan flamboyan itu. Tingkahnya jadi tak karuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun