Cerpen : Wanita yang Masih Menantang Cahaya Matahari Esok PagiÂ
Asi sungguh tak habis pikir. Otaknya yang cerdas tak bisa menganalisa fenomena yang dialaminya ini.Â
Apakah ini salahku? tanyanya dalam hati.
Apakah karena faktor terlalu turut campurnya keluarga sehingga membuat suasana hidupnya terasa beda dari yang diinginkannya? Atau ada faktor lain diluar keduanya? desisnya dalam hati.Â
Malam makin meninggi. Cahaya rembulan seolah enggan memberi sinarnya. Lolongan anjing hutan liar pun suaranya terdengar jauh. Jauh.
Sebagai seorang wanita, Â Asi tergolong wanita yang biasa saja. Kecantikan wajahnya masih kalah klas dengan para pesinetron yang akrab dimata pemirsa di televisi. Kecerdasan otak dan keramah tamahannya yang membuat Asi gampang bergaul dan cepat akrab dengan lingkungan sekitarnya. Rasa humornya pun tinggi. Seolah tiada hari tanpa bahagia dengan cadaan. Itu yang membuat daya tariknya sebagai seorang wanita.
Berbekal surat sakti keluarganya yang punya kedudukan tinggi di Kabupaten, Asi akhirnya bisa bekerja di salah satu Kantor di kabupaten itu. Kendati hanya tamatan SMA, kecerdasan Asi membuatnya cepat dipercaya Kepala Kantornya. Tak pelak hubungannya dengan Kepala Kantor yang berstatus duda pun mengornamen lalulintas pekerjaannya sebagai bawahan dan atasan.
Di lingkungan Kantor tempat Asi bekerja, isu dan konon kabarnya ada hubungan asmara antara kedua insan berbeda jenis ini bukan rahasia umum lagi. Cerita-cerita tentang hubungan jalinan asmara keduanya seolah-olah menjadi penghias ruang kehidupan Kantor. Walaupun kicauan dari teman-teman kantornya terus bergema memeriahkan alam, namun Asi belum menganggap Kepala kantornya sebagai teman dekatnya. Hubungan mareka hanya sebatas antara bawahan dan atasan saja. Tak ada yang lain. Itu saja.
" Pak Kakan kan pimpinan kita. Saya sebagai bawahan wajib menghormatinya," ungkap Asi saat digoda teman sekantornya.
"Beliau itu duren lho, Asi. Duda keren," canda temannya.Â
Dan Asi hanya tertawa menanggapi guyonan di Kantornya.
Asi tak menampik soa terpincutnya hati Pak Kakan kepada dirinya. Benih-benih cinta dari Pak Kakan sering didengarnya dari mulut lelaki yang menjadi pimpinan Kantornya saat mareka berbincang di Kantor. Dalam pertemuan di ruangan Pak Kakan beberapa kali pria itu menyatakan suara hatinya. Menyampaikan aspirasi hati dan jiwanya. Menyampaikan keinginannya untuk menyunting dirinya.
" Apakah saya boleh datang ke Dusunmu," tanya Pak Kakan.Â
Asi hanya terdiam.Â