Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Lelaki yang Memaki Tuhan

5 Oktober 2021   08:52 Diperbarui: 5 Oktober 2021   13:37 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

" Gara-gara kamu saya seperti ini. Dan gara-gara kamu pula saya tidak dipercaya orang-orang," jawab lelaki itu.

" Karena kamu memang tidak layak menjadi lelaki sejati. Kamu itu pantasnya menjadi banci. Saya menyesal menikah denganmu," sambung istri barunya dengan narasi teriakan.

Lelaki itu hanya terdiam. Mulutnya terkunci dengan rapat . Hanya matanya yang menatap tajam ke arah istri barunya.

" Dan saya akan meninggalkan kamu detik ini juga. Detik ini pula" lanjut istri barunya.

Lelaki itu tergagap-gagap. Tak mampu menahan langkah sang istri barunya yang telah meninggalkan rumah dengan langkah kaki yang tergesa-gesa. Lelaki itu pun mulai terkulai. Tersungkur di lantai rumahnya.

Lelaki itu mulai menjadikan malam yang bertaburkan bintang dan kunang-kunang sebagai denyut nadi hidup dan kehidupannya. Kehidupan malam menghias hidupnya sehari-hari. 

Tak ada lagi waktu mengabdi kepada Sang pencipta. Tak ada lagi waktu untuk berbagi kebahagian untuk sesama di masjid. Malam adalah waktu yang sangat istimewa baginya. 

Setiap malam lelaki itu mengumbar nafsu dari satu pelukan ke pelukan wanita lainnya tanpa malu, Dasyatnya kejantanannya dilontarkannya kesembarangan wanita pada malam yang bening. Kejantanannya diumbar tanpa malu. Jiwanya labil. Nuraninya terkikis oleh nafsu hewani yang menyerang sekujur raganya.

Lelaki itu terkapar ketika sebuah vonis datang dari dokter yang menyatakan dirinya mengidap penyakit HIV. Berita duka itu membuat lelaki itu terkulai. Lelaki itu tersungkur. Hidupnya seolah-olah mati. 

Tak ada lagi kebanggan hidupnya sebagai manusia dan lelaki. Tak ada lagi. Hanya sumpah serapah yang terus dia lontarkan kepada Sang Maha Pencipta. Menyalahkan Sang Maha Penyanyang tanpa introspeksi diri.

Lelaki itu masih terus memaki Tuhan dalam balutan narasi kekecewaan tanpa kenal waktu. Tiada hari tanpa narasi serapah dari mulutnya kepada Sang Maha Agung, pencipta alam semesta ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun