Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen : Merah Putih Setengah Hati

1 Oktober 2021   21:06 Diperbarui: 1 Oktober 2021   21:21 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Cerpen : Merah Putih Setengah Hati

Cahaya matahari semakin menipis. Lembayung menelungkup dalam awan. Pertanda senja akan tiba. Gerombolan kelelawar mulai mencari dahan untuk berlindung. Sementara arakan sekelompok camar menghias langit.

Disebuah lapangan sepakbola, lelaki itu masih asyik dengan kesendiriannya. Matanya menatap ke arah lapangan yang rumputnya bersih karena disering dimakan sapi. Sebuah tembakan dari jarak jauh yang dilontarkan seorang pemain yang sedang berlatih mencengangkannya. Tendangan yang pernah menjadi bagian dari dirinya sebagai pesepakbola masa lalu.
" Ah,sudahlah," desisnya sambil meninggalkan areal lapangan sepakbola Kampung yang pernah membesarkan namanya hingga menjadi seorang pesepakbola yang terkenal.

Usai sholat magrib, seperempat penduduk negeri ini sedang berada di depan tipi. Bagaimana tidak, malam ini team sepakbola negeri ini akan bertarung dibabak final melawan negara Tirai bambu. Sebuah pertarungan yang amat prestise.
" Kalau dalam sektor ekonomi kita masih kalah, mudah-mudahan dalam sektor olahraga khususnya sepakbola kita akan juara dan mengeskalasi harkat dan martabat bangsa," ulas seorang komentator televisi dengan narasi penuh heroik..
" Olahraga khususnya sepakbola merupakan alat perjuangan juga. Mengangkat merah putih di kancah internasional," sambungnya dengan narasi berapi-api.

Dulah hanya menelan ludah. Pandangan matanya nanar menatap ke luar rumahnya. Sepi. Tak ada aktivitas. Tak ada lalu lalang orang. Tak ada sama sekali. Orang-orang sibuk di depan televisi. Mendukung Timnas sepakbola yang sedang bertarung mengangkat harkat dan martabat bangsa di kancah internasional.
" Nasionalisme? Itu hanya untuk orang kecil saja. Untuk orang berkuasa, itu santapan pagi mareka," desisnya setengah bergumam.

Sebagai pemain sepakbola yang pernah memakai seragam Timnas, Dulah bangga, bahkan teramat bangga. Maklum pemain Timnas adalah pemain pilihan dari sekian ratus juta penduduk negeri ini. Persaingan masuk dalam skuat Timnas amat ketat dan sarat persaingan yang kompetitif antar pemain. Tak semua pesepakbola bernasib baik bisa menjadi pemain Timnas dan berseragam dengan garuda di dada itu.
Berlaga dilapangan hijau memakai kostum kebanggaan Merah Putih  dengan garuda didada sungguh sebuah hidayah dari Sang Maha Pencipta untuknya. Diriuhi tepuk ratusan ribu penonton yang memadati stadion. Dan tentu saja ekspos pemberitaan yang sangat luar biasa dari berbagai media yang membuat semua rakyat di negeri ini hafal wajah dan nama pemain Timnas.

Dulah masih teringat waktu pertama kali memeprkuat Tim sepakbola Nasional. Selain dipenuhi rasa grogi, garuda di dada yang ada dalam kostum Timnas membuat suasana hatinya kacau balau saat  pelatih menetapkan namanya dalam daftar 11 pemain utama atau line up yang akan diturunkan sebagai pemain inti. Pemain yang berposisi sebagai playmaker itu masih sangat ingat pula dengan wejangan dari pelatih, terutama sang manejernya.
" Kalian adalah patriot bangsa. Kalian harus  bangga berlaga dilapangan hebat dengan kostum hebat yang berlambangkan garuda. Apakah kalian semua siap membela merah putih," tanya sang manager dengan suara lantang.
" Siap,' teriak Dullah dan rekannya dengan semangat 45 yang amat membara. 

Tak heran dalam pertandingan eksebisi itu, Timnas menghajar Timnas Negeri Sakura dengan skor telak 3-0. Dullah menjdi pemain terbaik lewat assistnya yang mampu diselesaikan striker Timnas haus gol ke gawang negeri Sakura. Dan besoknya Dullah terkejut aksinya dilapangan hijau menghiasi halaman suratkabar Ibukota. Dullah pun menjadi idola baru. Pemilik klub klas top memburu tanda tangannya untuk membela klub mareka. Harga jual Dullah sebagai pemain sepakbola terangkat. Menjadi pemain termahal dengan hargayang sangat fantastik.

Malam itu adalah pertandingan final Piala Asia Pasific. Timnas sukses meraih tiket ke Final dan siap tempur untuk menghadapi Timnas negara Gajah Putih. Sejuta asa telah terpatri dalam jiwa para pemain. Inilah momentum  bagi semua pemain Timnas untuk menunjukkan klas sebagai pesepakbola klas dunia.
" Saatnya kita harus tunjukkn kepada mareka, kepada dunia, bahwa kita sebagai tim  bukan hanya segani lawan  tapi kita menjadi tim yang ditakuti lawan," pesan Sang pelatih.
" Siap," teriak Dullah dan kawan-kawan dengan narasi membara penuh patriotisme.
" Saatnya kita menang dan menang," seru sang pelatih memompa semangat pemainnya.
" Siap menang," teriak pemain timnas bergemuruh dalam ruang ganti pemain.

tulah kenangan manis dan terakhir Dulah bersama timnas diarena persepakbola nasional. Dullah bahagia sekali. Airmatanya selalu meleleh membasahi pipinya kalau mengenang peristiwa heroik 2x45 menit itu. Bagaimana tidak, disaat injury time, disaat wasit hendak meniupkan peluit, tendangan kerasnya dari luar kotak pinalti mampu menggetarkan jala gawang Timnas Gajah Putih yang dikawal pemain klub dunia Barcelona. 

Tendangan keras ke pojok kiri gawang membuat skor berubah menjadi 1-0. Dan timnas juara Piala Asia untuk pertama kalinya. Sambutan terhadap para pemain pun sangat luarbiasa saat tiba di tanah air. Presiden pun memberi waktu untuk bertemu dan sekedar makan siang bersama bersama pemain Timnas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun