Perempuan itu kaget. Suara lelaki kurus dan tua yang mengaku sebagai kolektor barang antik yang terus merayunya dengan narasi berbalut kesedihan dirinya mengagetkannya. Dia tersentak. Â Tawarannya terus meninngi hingga perempuan itu tak mampu lagi mendengarkannya.Â
Suara lagu Indonesia raya terus menjalari seluruh tubuhnya. menghingarbingarkan telinganya. Nasionalismenya bangkit. Suara almarhum ayahnya  seolah kembali terngiang mengaliri seluruh sendi tubuhnya yang perkasa. Dia pun terbangun dari mimpi sedihnya.
" Jangan sekali-kali engkau gadaikan medali emasmu ini. Berapapun nilai uangnya. Itu prasasti hidupmu," pesan ayahnya.
Tiba-tiba suara perempuan bertubuh besar itu menggelegar. Mengagetkan lelaki tua dan kurus itu yang terus merayunya untuk menjual medali emasnya dengan menjadikan kesusahan hidup yang tengah dialaminya sebagai bujuk rayu dan senjata pamungkasnya untuk mendapatkan medali emas perempuan perkasa itu.
" Medali ini tak akan saya jual. Tidak akan pernah saya jual. Menjual medali ini sama saja saya telah menjual lagu Indonesia raya. Apapun resikonya, sepahit apapun masalah hidup yang saya alami, medali ini tak akan saya jual," ujar perempuan bertubuh perkasa itu.Â
Suaranya menggelegar. Menembus dinding nurani para petinggi bangsa yang sdang rapat di istana.
Senja mulai tiba. Camar-camar menari di antara iringan awan yang putih. Kepaknya membentang luas. Seluas jaga cakrawala. Awan putih beringin di langit nan biru. Mengelilingi rumah reot perempuan perkasa yang masih tetap perkasa di masa senjanya. Sementara lelaki tua dan kurus itu segera ngacir. Meninggalkan perempuan perkasa itu dengan sejuta kekecewaan.Â
Toboali, awal Oktober 2021
Salam sehat dari Toboali