Kesibukan para aparat negara hanya menjadi tontonan para warga Kampung kami. Para warga tampak antusias menyaksikan kesibukan para aparatur negara itu yang bekerja siang dan malam tanpa henti seolah-olah ada tenaga baru yang mareka lahirkan dalam tubuh mareka. Penghuni Kampung tampak bahagia menyaksikan kerja keras para aparatur negara bekerja keras. Sesuatu yang jarang mareka temui selama ini kalau para warga berurusan di kantor.
Hari yang dinantikan telah tiba. Pak Presiden datang dengan helikopter karena jauhnya jarak tempuh menuju kampung kami. Di lapangan sepakbola, Pak Presiden disambut para menteri, Gubernur, Bupati dan para perangkat Kampung yang tampak bahagia. Bisa bersalaman dengan Pak Presien dan fotonya bisa dipasang di kantor.
Pak Presiden tampak celingukan. Ada sesuatu yang ganjil dalam pandangan matanya. Ada sesuatu yang tak pernah dijumpainya kalau berkunjung ke suatu daerah. Yakni masyarakat yang biasanya antusias menyambut kehadirannya yang selama ini menjadi trade mark dirinya sebagai pemimpin rakyat.
" Lho, kok tak ada masyarakatnya. Kemana mareka?," tanya Pak Presiden.Â
Semua aparatur negara yang hadir tak ada yang bisa menjawab. Para pejabat daerah dan Menteri yang mendampingi Pak Presiden hanya terdiam membisu. Tak ada narasi apologi yang keluar dari mulut mereka. Semua terdiam mendengar pertanyaan Pak Presiden.
Dengan ditemani ajudan, Pak Presiden langsung menuju pantai dengan berjalan kaki. Seorang warga tampak sibuk memikul hasil ikan yang baru ditangkapnya. Pak Presiden langsung menghampirinya.
" Kok tidak menyambut kehadiran Presiden?," tanyanya.
" Kalau kami menyambut Presiden, maka keluarga kami akan kelaparan Pak. Kami hidup hanya dari laut. Kalau kami tak kelaut apa yang bisa keluarga kami makan hari ini. Dan siapa yang akan memberi makan keluarga kami di rumah," jawab lelaki itu sambil negeloyor pergi bersama hasil tangkapannya.Â
Pak Presiden mengangguk-angguk.
Jawaban yang sama juga diperoleh Presiden saat menanyakan kepada para Ibu-ibu yang sedang berada di pantai menunggu suaminya datang dari pertarungan melawan ganasnya ombak dilaut lepas.
" Iya, Pak. Kalau kami menyambut Presiden, siapa yang akan menjual ikan hasil tangkapan suami kami. Kalau ikan tak laku kami bisa kelaparan. Kasian anak kami," jawab para Ibu-ibu secara kompak.
Pak Presiden tampaknya makin mengerti dengan kondisi riil masyarakatnya. Makin paham arti sebuah kunjungan. Makin tahu tentang kondisi nyata yang dialami para warga negeri ini. Dan makin memahami bahwa rakyat butuh makan untuk hidup.
Ombak dipantai makin mengganas. Air pasangnya hingga ke pantai. Semilir angin sepoi-sepoi hantarkan nelayan kampung menuju pantai. Para istri mareka telah menunggu hasil tangkapan mareka untuk makan hari ini. Terbayang di kelopak mata mereka, hasil tangkapan para suami mereka.Â
Toboali, 1 Muharam 1443 H/Selasa 10 Agustus 2021
Salam sehat dari Kota Toboali