Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Perempuan Tanpa Kewanitaan

9 Agustus 2021   02:18 Diperbarui: 9 Agustus 2021   02:40 630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerpen : Perempuan Tanpa Kewanitaan

Sinar matahari menyapa bumi dengan terang benderang.Hangatkan jiwa-jiwa manusia sebagai penghuni bumi. Semua penghuni bumi mulai bergegas dengan kesibukannya masing-masing. Dijalanan lalulintas kendaraan, mulai bersahutan seiring ramainya lalu lalang para pejalan kaki menuju tempatnya. Tak terkecuali wanita muda itu yang tampak bergegas melawan waktu.

Sudah setengah jam, wanita berpenampilan modis itu menunggu di sebuah halte bus yang mulai ramai. Sesekali diliriknya jam yang berada ditangan kirinya yang putih bersih. Kacamata hitam menutupi dua bola matanya yang liar menatap sekitar. Dan sebuah kendaraan roda empat produk terkini berada didepannya. Lewat remote, pintu depan mobil terbuka. Wanita muda itu langsung masuk kedalam dan mobil pun langsung tancap gas. Meninggal sisa asap dari knalpot yang memencar ke udara bebas.

Wanita muda yang bernama Apri dan lelaki dalam mobil itu kini berada dalam selimut yang sama. Dengus nafas keduanya menggelora mengikuti irama hasrat sebagai manusia dewasa. Saling berbagi kenikmatan tanpa malu hingga akhirnya kedua pun terkulai dalam ranjang. Hanya senyuman yang tertebar dari keduanya. Hanya kebahagian yang ada dalam jiwa sesat mereka.
" Saya ingin menikahmu, jeng," ujar lelaki muda itu.
" Saya sudah bersuami, mas. Ikatan pernikahan ku tak bisa membuat kita hidup bersama," jawab Apri.
" Saya tidak ingin menambah dosa, jeng. Saya siap dengan segala resikonya," ucap lelaki muda itu sambil menyalahkan sebatang rokok. 

Apri terdiam.

Bukan hanya sekali ini saja Apri mendengar narasi berkekuatan ingin mememiliki dirinya itu dari lelaki muda itu. Sudah amat sering didengarnya, setiap mareka usai berbagi kenikmatan syahwati. Apri selalu saja berapologi dengan jawaban yang sama, bahwa dirinya sudah menikah dan bersuami. Tapi lelaki itu selalu saja menohok nuraninya dengan pertanyaan yang sama tanpa henti dan tanpa malu. Apri seolah berada dalam kegamangan hidup.

Bersama suaminya yang tua bangka itu dia tidak mendapatkan hasrat syahwatinya sebagai perempuan dewasa. Sementara untuk mengakhiri perkawawianan mareka bukan sesuatu yang mudah laksana membalik telapak tangan. lelaki tua bangka yang sudah beruban itu adalah orang yang mengalirkan nafas hidupnya hingga dia dan keluarganya di Kampung bermartabat sebagai manusia. 

Mengakhiri perkawaninan berrti sama saja dia harus memutuskan hubungan biologis dengan keluarganya. Kemiskinan menjadi sumber segalanya yang membuat dia rela mengikuti arahan keluarganya untuk menerima pinangan lelaki tua bangka itu.
" Pak bandot itu orang baik dan kaya raya Nak. Beliau sangat bersungguh-sungguh ingin meminangmu sebagai istrinya. walaupun usianya terpaut jauh, tapi dia bukan suami orang. Dia duda yang dtinggal mati istrinya," bujuk keluarganya saat itu.
" Iya, Apri. hanya Pak bandot yang bisa mengaliri nafas kehidupan kepada keluarga kita. Hanya beliau,nak," sambung Ibunya dengan diksi memelas.

Dan akhirnya Apri pun menerima pinangan lelaki tua itu. Dan usai ijab kabul pernikahan, Apri diboyong Pak bandot ke Kota. Keindahan akan malam pertama pernikahan menjadi hambar. lelaki tua itu tak menyapa tubuh erotis Apri yang telah siap menanti serangan syahwati pak bandot. lelaki tua itu memilih tidur. 

Padahal celetukan nakal dari para sahabat dan keluarganya menjadi ornamen saat menghantarkannya pergi bersama Pak Bandot, suaminya.
" Semoga bahagia pada malam pertama ini," ujar sahabatnya dengan nada guyon.
" Iya. Bilang dengan suamimu, jangan langsung gaspol," canda yang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun