Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Di Ujung Malam Jakarta

22 Juni 2021   21:41 Diperbarui: 22 Juni 2021   22:11 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Monas-Pinterest/nnoart

Cerpen : Diujung Malam Jakarta

Tak terasa, sudah dua tahun, wanita muda ini menghiasi malam-malam yang gemerlap di jalanan utama kota Jakarta. Posisi duduknya pun tak pernah berubah. Di belakang warung mie di pelataran toko-toko barang kelontongan dekat stasiun kota. Di stasiun, puluhan orang berlalu-lalang. Sebagian dalam langkah-langkah lambat, sebagian bergegas seperti mengejar sesuatu. Sementara sorot matanya tak berkedip memandangi jalanan Jakarta yang bising ulah knalpot kendaraan yang saling bersahutan. sepaang anak muda melintas di depannya sambil bergenggaman tangan. 

Terkadang, ketika gairah malam hadir di syaraf biologis, dia ikut mobil yang menyapanya nakal lewat sirene klakson mobil. Arungi malam nan indah menuju puncak kegelisahan. Pusat kesesatan duniawi. Mengubah malam yang penuh bintang gemintang sebagai rumah kesesatan. Menjadikan malam yang terang benderang sebagai rumah kegelapan. Namun tak setiap malam dia memperlakukan malam sebagai rumah kegelapan atau kesesatan. Hanya ketika mood lagi menyapanya.

Waktu terus bergulir.  Sudah dua tahun pula, wanita muda itu selalu pulang ketika azan subuh berkumandang dari corong masjid. Saat pulang ke rumah pun, dia selalu berpapasan dengan para jemaah masjid yang menunaikan sholat Subuh. Anggukan kepala tanda hormat, selalu ia berikan kepada mareka. Dan tanpa sapa.

Sudah genap dua tahun pula, wanita muda yang bernama Prisa selalu terbangun pada saat orang-orang mulai bergegas pulang kantor. Dan saat itu pula, rutinitas yang akan dilakoninya mulai bergerak dan menggeliat. Berganti busana yang dikolaborasikan dengan dandanan ala penghias malam. Usai para jemaah sholat Isya pulang dari masjid, Prisa segera melangkah pasti menuju tempatnya berekspresi untuk menghias malam jalanan kota.

Empat tahun silam, Prisa adalah seorang wanita muda penuh energi. Kepindahannya ke kota ini semata-mata berharap masa depan cerah. Berbekal nasihat sakral dari orangtua dan diiringi niat untuk membantu mengeskalasikan derajat keluarga, mendamparkannya di kota ini. Angan kesejahteraan pun terhampar membentang luas di otak ambisinya yang meninggi.
Berbekal surat sakti kerabatnya yang bekerja di Kantor Kabupaten, Prisa mulai berkarya meraih impian. Berbekal ijazah sekolah sekretaris di ibukota dan pribadi yang riang, membuat Prisa gampang membaur dan bergaul.

Pertemuannya dengan salah satu Kepala Kantor Cabang perusahaan susu yang dipanggil Pak Kakan dalam suatu acara promosi telah merubah 180 derajat arah kehidupannya. Pertemuan pertama itu telah membuatnya terhanyut dan terapung dalam keindahan gelombang kehidupan duniawi. Pertemuan kedua, ketiga, dan pertemuan-pertemuan berikutnya telah membuat keduanya saling berbagi cerita. Saling menebar angan-angan. Saling menjamu keinginan antara yang satu dengan yang satu. Saling menciptakan simbiose mutualisme .
Senyum nan menggoda diiringi dengan sikap kedewasaan dan kesederhanaan Pak Kakan telah membuat Prisa benar-benar terjatuh dalam pelukan impian dunia yang tak terperikan. Pak Kakan yang dikenal para kolega sebagai penganut moralitas tinggi telah membuat 

Prisa jatuh dalam mimpi-mimpi hidup nan mengangkasa. Kendati sempat ditentang kerabatnya, Prisa maju tak gentar melawan arus kodrati.
"Apa yang kamu harapkan dari seorang pria manula yang pelit dan kikir itu?" tanya kerabatnya penuh keheranan.
"Dan kamu jangan mimpi akan harta-harta itu. Semuanya milik keluarganya. Milik anak-anaknya," sambung kerabatnya lagi.
"Kami tahu siapa laki-laki itu. Kami tahu watak dan karakternya. Kami sudah berabad-abad berkumpul. Kami sudah sangat hapal dengan tingkah lakunya," teriak Ibu Gosip, kerabat Prisa dengan suara meninggi penuh emosional.
"Kamu harus ingat kehormatan keluarga kita. Kita adalah keluarga baik-baik. Keluarga terhormat. Keluarga terhormat," sahut kerabat yang lain dengan nada pekikan.

Prisa diam seribu bahasa. Membisu. Tak menjawab. Bungkam. Mulutnya terkunci rapat-rapat. Tak satu katapun meluncur dari bibirnya.
Kegundahan dan kegelisahan Pak Kakan  atas riak gelombang kehidupannya membuat Prisa merasa iba. Kata-kata dan diksi yang terlontar dari mulut bau Pak Kakan telah memabukkan pikiran alam sadar Prisa yang cerdas dan bernas. Membutakan matahatinya yang putih bersih. Kecerdasannya tak mampu halau raungan  rangkaian kata-kata puitis Pak Kakan. Prisa pun terjatuh. Tergolek dalam buaian. Terbuai mimpi-mimpi. Larut dalam gelombang angan-angan.

Suatu malam ketika bulan purnama, malam yang penuh dengan bintang gemintang itu telah merusakkan sendi-sendi etika kehidupan Prisa dan Pak Kakan sebagai manusia. Malam yang bermandikan taburan cahaya indah itu telah meluluhlantakkan naluri keduanya. 

Malam yang penuh dengan kerupawanan itu telah membuat Prisa dan Pak Kakan lupa. Lupa akan etika kehidupan. Lupa akan norma-norma agama. Lupa akan moralitas. Lupa akan status diri mareka. Lupa akan nasihat para orangtua. Lupa akan segalanya. Hanya kesejatian mimpi yang membuat keduanya bersatu padu menatap jantannya malam yang  bertaburkan cahaya keindahan.
Lolongan mengerikan dari  anjing malam yang tak bertuan menjadi saksi bisu malam kesesatan itu. Lenguhan dengus kucing hutan pun menjadi saksi malam hitam pekat itu.
"Aku akan segera ke dusun. Ketemu orangtuamu. Aku ingin kita segera bersama menatap kehidupan ini," ujar Pak Kakan dengan nada kalimat penuh tanggungjawab.
"Terimakasih, Pak," sahut Prisa dengan kegembiraan tak terperikan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun