Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Matnakal dan Temannya

20 Juni 2021   16:02 Diperbarui: 20 Juni 2021   16:08 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen : Matnakal dan Temannya

Hamparan sawah membentang luas. Sekumpulan burung terbang meliuk-liuk. Kemudian menyambar batang-batang padi. Mereka tidak mencuri banyak. Hanya sekadar menyumpal perut saja.  Setelah kenyang, sekumpulan burung-burung itu pun terbang tinggi ke angkasa yang luas dan baru kembali esok harinya. Tidak seperti mereka yang berdasi yang mencuri aspal, semen, bantuan sosial hingga kubah masjid. Bahkan beras untuk orang miskin pun mereka curi.  Mereka mencuri untuk dimakan tujuh turunan. Kontradiksi dengan sekumpulan burung-burung itu.

Sementara sekumpulan burung itu terus terbang dan turun sembari menyapa angin yang melambai, Matnakal dan dua temannya masih saja larut dalam obrolan ngalor ngidul. Obrolan ngalor ngidul itu hanya  pengisi waktu. Sebab mereka tidak punya pekerjaan tetap. Sementara orang-orang Kampung telah memberi stigma kepada mereka sebagai orang jahat. Dan kalau mereka nongkrong di tempat keramaian, seperti warung kopi akan diketahui penduduk kampung. Dan ini berbahaya.

Cahaya matahari telah meninggi. Panasnya terasa diatas kepala. Dua teman Matnakal terlihat mulai menguap. Kemudian keduanya merebahkan tubuh di Pos Ronda yang menjadi markas mereka dengan beralas tikar dan koran bekas. 

"Apa kita tidak pernah berpikir, kalau  sebaiknya kita keluar saja dari kampung ini? Mencari kampung lain yang lebih damai?" Teman Matnakal tiba-tiba mengajukan pertanyaan pada Matnakal yang matanya masih memandang ke arah hamparan sawah.

 "Ya, di kampung ini kita hanya menjadi bahan olok-olok warga.  Semua warga di kampung ini  memandang kita dengan sinis," tambah temannya sambil matanya melirik ke arah Matnakal.

" Tidak mungkin kita pindah ke Kampung lain. Kita ini tidak punya keahlian," sahut Matnakal menimpali dua temannya.

" Keahlian kita itu tak ada. Cuma bisa membuat onar di kampung ini. Lantas kalau kita tak ada, lalu siapa yang akan menggali kubur? Pak Kades dan ketua Masjid pasti menghubungi kita. Demikian pula kalau ada warga asing yang datang ke Kampung kita. Pak Kades pasti menyuruh kita mengawasinya," lanjut Matnakal.

Kendati dicap sebagai pembuat onar di kampung, Matnakal dan temannya dikenal sebagai kelompok yang mengamankan kampung, khususnya menjaga warga kampung dari berbagai gangguan dan kejadian. Saat malam tiba, Matnakal dan temannya meronda. Menjaga situasi kampung dari berbagai gangguan. Mereka mengerjakan tugas itu tanpa dibayar sepeserpun dari warga kampung. 

Ketika Masjid dimasuki pencuri, Matnakal dan teman-temannya  yang menangkap pencuri itu. Sementara semua warga telah lelap dalam tidurnya di peraduan masing-masing. Demikian pula ketika rumahseorang janda kampung yang dimasuki orang tak dikenal dan ingin memperkosanya, Matnakal cs pula yang menyelamatkannya. Ketika Posyandu hampir habis dilalap api kelompok Matnakal juga yang memadamkannya dengan susah payah. Sementara warga lain larut dalam mimpinya.

" Pertanyaannya, apakah kita harus terus-terusan seperti ini menjadi penolong bagi warga. Sementara disisi lain mereka, para warga kampung menjuluki kita sebagai orang-orang nakal? Sebagai pembuat keonaran di kampung ini,' tanya temannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun