Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Sujud Terakhir di Ramadan Terakhir

13 April 2021   12:33 Diperbarui: 14 April 2021   02:51 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
muslimberdikari.com

Cerpen : Sujud Terakhir di Ramadan Terakhir

Di kampung Kami, nama Matjago sungguh populer. Tak kalah populernya dengan para pesohor dan elite politik yang sering nongol di tipi. Semua warga yang berdiam di Kampung Kami, mengenal namanya. Mulai dari anak kecil hingga kaum tua.  Matjago di kenal sebagai biang keributan dan persoalan sosial lainnya di kampung Kami. Mulai dari tukang mabuk hingga mencuri barang milik para juragan dan orang kaya di Kampung Kami. 

Hebatnya Matjago tidak pernah mengusik barang-barang milik milik rakyat jelata. Tak pernah sama sekali. Lelaki itu hanya mencuri barang dan ternak milik  para juragan dan orang kaya di kampung Kami hanya untuk mengisi perutnya. Maklum Matjago tidak punya pekerjaan tetap. Matjago  mencuri barang dan ternak  milik para juragan dan orang kaya di Kampung Kami bukan  untuk memperkaya dirinya pribadi. Tidak sama sekali. Bahkan banyak kaum lemah dan fakit miskin di kampung yang dibantu beras, dan bahan sembako oleh Matjago secara diam-diam.

Matjago juga dikenal sebagai penjaga keamanan Kampung Kami walaupun tak resmi. Dan dalam melakoni pekerjaannya sebagai penjaga keamanan Kampung Kami, Matjago tak pernah dibayar. Kalaupun ada, itu sekedar sedekah dari beberapa  warga Kampung untuk Matjago. Semenjak menjadi keamanan Kampung.  hampir dikatakan tak pernah ada maling yang berani melakukan aksi nakalnya di Kampung Kami. 

Pernah suatu malam. rumah Pak Haji Udin dimasuki pencuri. Matjago yang meringkusnya saat semua warga terlelap dalam mimpi indahnya. Dan tentu semua orang tahu, resiko yang diterima sang pencuri itu. Badannya bonyok dan mengalami patah tulang yang serius. Matjago juga menjadi penyelamat ketika gudang beras milik Haji Imam hampir habis dilalap api disaat semua warga terlelap dalam mimpinya. Matjago dengan kemampuannya mampu memadamkan api.

Dibalik keberingasannya, Matjago dikenal sebagai seorang lelaki yang baik. Aku sebagai temannya semenjak kecil amat paham dengan perilakunya. Dan bukan sombong, hanya aku satu-satunya warga di kampung Kami yang disegani Matjago. Penyebabnya saat waktu kami masih remaja dan sama-sama berlatih silat di padepokan silat kampung Kami, hanya aku yang mampu merobohkanya. Dan membuatnya bertekuk lutut.

Dan tak heran bila ada persoalan yang dilakukan matjago, Pak kepala kampung biasanya meminta aku untuk sekedar menasehati Matjago.
" Mohon Bung. Nasehatkan Matjago untuk tidak membuat keributan di kampung kita ini," pinta Pak Kepala Kampung. Aku pun mengangguk. Demikian pula ketika ada barang dan ternak peliharaan  milik para juragan yang hilang, biasanya para juragan itu mendatangi aku dan meminta tolong kepada kepada ku untuk menasehati Matjago agar  tidak mengulangi lagi aksi jahatnya. Aku pun mengiyakannya. Bahkan para tetua kampung kami pun meminta bala bantuan aku, ketika mereka mendengar Matjago berbuat keributan di kampung Kami. Dan aku pun mengangguk.

Senja itu, disaat gerombolan burung camar menari-nari di awan yang biru, aku berniat ke rumah Matjago yang berada dalam hutan kecil di kampung Kami. Sudah lama kami tak berjumpa. Terakhir kami bertemu disebuah acara kondangan warga. Dan hanya dalam hitungan menit, aku sudah sampai di depan rumah Matjago. Pepohonan yang besar  dan rindang menghiasi rumah Matjago.

Dari kejauhan, aku melihat senyum sumringah dari wajah Matjago saat melihat aku datang. 

" Terima kasih Bro. Engkau sudah mau datang ke rumahku," sapanya sembari menyalami taangan.

" Justru sebaliknya. Aku yang berterima kasih. Engkau sudah mau menerima kedatanganku, Bro dengan kondisi aman dan terkendali," balasku sembari bercanda. Matjago pun tertawa terbahak-bahak. Dan kami pun berdiskusi berbagai macam persoalan hingga gerbang malam sudah tiba. Dan aku pun pamit. Dan kami berjanji akan bertemu di Masjid untuk mengawali malam pertama sholat Tarawih kami di malam bulan sejuta bulan itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun