Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Ode Kehidupan dalam Segelas Kopi

11 April 2021   01:28 Diperbarui: 11 April 2021   10:31 873
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pinterest.com/AuthorTCB

Setiap malam. usai para warga menunaikan sholat Isya berjemaah di masjid, perempuan itu mendatangi warung kopi murahan yang berada di bawah jembatan.

Perempuan itu memang penikmat kopi. Semua jenis kopi telah pernah dinikmatinya. Dari mulai yang dijual dengan harga klas rendahan hingga harga segelas kopi klas atas. Semuanya sudah dicicipi lidahnya.

Dan entah mengapa, perempuan itu kini suka menikmati kopi di warung dibawah jembatan itu. Padahal warung kopi milik Mbok Iyem itu warung biasa saja. 

Tak ada keisitimewaannya. Kopinya pun kopi biasa. Kopi seduhan dari sachet.  Tak ada  peracik kopi di situ. Tapi entah kenapa perempuan itu kini hampir tiap malam berada disitu hingga malam mulai bangkrut,  baru perempuan itu meninggalkan warung itu. Padahal warung kopi itu tempat berkumpulnya para pekerja kaki lima yang menghabiskan sisa waktunya dengan bersenda gurau dan bercerita dengan sesama mereka. Mereka berkumpul menyerap aroma kopi kaki lima. sementara di atas kepala mereka, mobil lalu lalang.

Padahal setiap ada kendaraan lewat, getaran membising isi kepala para pengunjung hingga kadang kala membuat gelas kopi beriak. Dan kebisingan yang ditimbulkannya kadangkala membuat para pengunjung harus menghentikan kelakar kaki lima ala mereka.

" Inilah resikonya ngopi disini. Setiap ada kendaraan lewat, kita mesti diam sejenak. Suara kita harus berhenti. Kelakar kita diberhentikannya," kata seorang pengunjung warung kopi itu.

" Benar. Dan inilah resikonya ngopi di warung kopi kaki lima. Mobil pun bisa menghentikan cerita kita. Ada-ada saja," sambung pengunjung yang lain yang disambut dengan derai tawa para pengunjung lainnya.

" Tapi kalau kita cari warung kopi yang hening, kantong kita bangkrut. Pulang ke rumah, terjadilah perang dunia ketiga," ujar pengunjung yang lain. Dan kembali tawa membahana keluar dari para pengunjung warung kopi. Meramaikan malam yang makin gelisah.

perempuan itu kaget saat seorang lelaki secara tiba-tiba duduk di hadapannya. Matanya menatap lelaki itu dengan sorot mata yang amat tajam. Sebuah sorot mata yang mengisyaratkan sebuah kegeraman. Sebatang rokok dibakarnya. Dan kepulan asap yang membentuk pulau-pulau kecil diciptakannya lewat bibirnya di udara bebas malam itu.

Kali ini perempuan itu yang menatap tajam ke arah lelaki itu. Sorot matanya melahirkan sebuah kedongkolan jiwa.  lelaki itu menundukkan kepalanya.

" Maaf. saya telah lancang duduk di sini tanpa permisi denganmu," ujar lelaki itu. Perempuan itu menyeruput kopinya yang mulai mendingin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun