Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Opini: Keperkasaan Perempuan sebagai Pencerah Bangsa

4 April 2021   16:50 Diperbarui: 4 April 2021   17:06 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Opini: Keperkasaan Perempuan Sebagai Pencerah Bangsa

21 April 1879 lahir seorang seorang bayi yang bernama Kartini. Putri dari Asisten Wedana Mayong yang lahir di sebuah Desa yang bernama Mayong, Kabupaten Jepara, Jawa tengah. Sejak usia bayi, Kartini telah merasakan perlakukan diskriminatif. 

Sebagai putri yang lahir dari seorang selir, Kartini lahir di rumah kecil di bagian belakang rumah Asisten Wedana. Sejak kecil pula, Kartini sudah merasakan adanya diskriminasi yang dialami ibunya sebagai selir. Ibunya harus bersaing dengan istri utama Ayahnya, yang memang masih tergolong kaum ningrat. Dan semenjak kecil, Kartini diasuh oleh Mbah Rami.

Berbekal keturunan ningrat yang disandangnya, Kartini bisa mengecap pendidikan dan bersahabat dengan teman-teman Belanda, kendati hanya sampai sekolah dasar (SD). Kartini harus merasakan pedihnya putus sekolah, karena pada usia 12 tahun, beliau harus dipingit. Jiwanya yang terus berkobar untuk menuntut ilmu, membuatnya terus berusaha untuk menimba, mencari pengetahuan dan memuncratkan semangat untuk terus belajar agar sederajat dengan kaum pria.

Kendati Raden Mas Ario Sosrodiningrat begitu menyayangi putrinya. Namun tradisi, tak kuasa ditentangnya. Asisten Wedana ini terpaksa menikahkan putri kesayangannya dengan Bupati Rembang Djojo Hadiningrat yang usianya sebaya dengan dirinya.

Sebagai seorang istri Bupati, Kartini berusaha untuk memberikan pengetahuan dan ilmu kepada kaumnya. Kartini membuka sekolah sederhana. Kepada para muridnya yang kebanyakan kaum perempuan, Kartini mengajarkan berbagai pengetahuan. Kesibukannya sebagai istri Bupati tak menyurutkan langkah Kartini untuk mencerdaskan kaumnya agar sejajar dengan kaum Adam.

Sejarah juga telah menulis, bagaimana seorang wanita dari Tanah Sunda Dewi Sartika berusaha untuk ikut mencerdaskan kaumnya kendati dalam kondisi yang sangat minim. Keminimalan tak menyurutkan langkahnya untuk ikut mencerdaskan kaumnya.

Di negeri Serumpun Sebalai Bangka Belitung, kita  tahu, bagaimana dukungan yang diberikan Dakim (Ibunda Depati Amir) kepada anaknya untuk terus berjuang mengusir Belanda dari Negeri ini. Kendati harus hidup bergerilya, Dakim bersama dengan saudara Depati Amir lainnya Ipah dan Sena, serta Janur (istri Depati Amir) terus mengobarkan semangat dan memberi energi kepada Depati Amir dalam mengusir penjajah dari tanah kelahirannya. Kita juga mengenal Ibu Negara pertama yang ikut menjahitkan bendera Merah Putih sebagai bentuk dukungannya pada bangsa ini untuk merdeka dan lepas dari cengkaraman tangan penjajah.

Dewasa ini peran wanita terus berjalan sesuai dengan dinamika pembangunan. Wanita Indonesia kini dengan warisan dari para pendahulunya terus mengambil peran dalam pembangunan, baik di daerah maupun di tingkat nasional. Wanita telah menunjukan perannya dalam segala sektor pembangunan. Wanita dengan peran ganda yang dimilikinya, apakah sebagai sorang istri dan Ibu dari buah hatinya serta yang meniti diri pada karier terus mewarnai pembangunan negeri ini.

Pada sisi lain, kita kerap menyaksikan adanya kekerasan yang terjadi terhadap wanita. Pengingkaran atas hak-hak wanita acapkali berlangsung dan terjadi. Banyak para wanita menjadi korban keflamboyanan. 

Aksi- aksi kekerasan ini tentunya sangat bertentangan dengan nilai-nilai perjuangan yang diperjuangkan para wanita-wanita perkasa. Berapa besar sumbangan yang diberikan para pekerja wanita kita di negeri seberang dalam pembangunan kita. Ironisnya, penyumbang devisa ini kerapkali menerima perlakuan tak istimewa tanpa perlindungan yang istimewa dan amat berarti dari negara terhadap para pahlawan devisa ini.

Wanita Indonesia sudah saatnya menunjukan jatidiri dan identitas diri sebagai penopang kehidupan dan kontributor pembangunan negeri. Perjuangan wanita Indonesia dalam memberikan kontribusi bagi bangsa tak terhitung dengan jari. Walaupun untuk meraih itu, tetesan darah harus dilelehkan. Namun sungguh sangat disayangkan perlakuan tak istimewa sesuai kodrat dan harkat wanita kadang masih dialami wanita.

Kartini, Dewi Sartika, Cut Nyak Dien, atapun Dakim serta beribu wanita perkasa Indonesia lainnya telah mendahului kita. Semangat mareka tak pernah luntur dari hati dan menjadi pelita kehidupan bangsa. Perjuangan nan gigih dan berani dari mareka telah menorehkan tinta emas pada peradaban bangsa ini. 

Wanita Indonesia memang, harus diakui telah banyak menanamkan saham untuk membangun negeri ini dan mencerdaskan bangsa. Tetesan ASI yang mereka berikan kepada tunas bangsa telah membuat bangsa, daerah dan negeri ini menjadi berenergi dan berperadaban mulia.

Toboali, minggu sore, 4 April 2021

Salam sehat dari Kota Toboali, Bangka Selatan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun