Perempuan muda itu masih terngiang dengan obrolan para warga kampung di warung kopi dekat Balai kampung, saat dia melintas di depan warung kopi itu. Suara ejekan bahkan bernada sinis berhamburan dari mulut bau para warga kampung yang menghabiskan sisa waktunya dengan mengobrol di warung kopi itu.
"Anak Ketua Masjid kok berperilaku seperti itu," ujar warga kampung yang masuk ke telinga.
" Iya. Tidak bisa menjaga martabat bapaknya sebagai tokoh agama di kampung ini," sambung warga yang lain.
" Apa kata dunia," celetuk warga kampung yang lainnya.
Perempuan muda itu sedih. Airmatanya mengalir sepanjang jalan menuju rumahnya. Ada rasa kecewa yang membungkus raganya. Sebagaimana kecewanya dia terhadap perilkaunya yang telah mencoreng nama baik keluarganya.
" Kami kecewa dengan perilakumu yang telah mengganggu kehidupan rumah tangga Pak Kepala Kampung. Masih banyak diluar sana lelaki single yang baik. Kenapa kamu harus mengganggu kehidupan rumah tangga orang," ujar Ibunya dengan nada suara berat berbungkus kecewa.Â
Suara azan subuh berkumandang dengan indahnya. Relegiuskan alam raya. Para warga kampung berbondong-bondong menuju masjid. Untuk berserah diri kepada Sang Maha Pencipta. Bersujud kepada Sang khalik. Usai sholat subuh berjemaah, para warga kampung pun segera meninggalkan masjid. Pulang ke rumah masing dan kembali bergelut dengan denyut nadi kehidupan yang makin ganas.
Pak Ketua masjid segera menutup pintu masjid. lampu-kampu masjid pun telah dmatikannya. Baru hendak melangkah meninggalkan masjid, seorang warga kampung berlari ke arahnya. Nafasnya terengah-engah.Â
" Ada apa? Kok kamu seperti dikejar-kejar orang," tanya Pak ketua Masjid.
" Anu Pak," jawab warga Kampung dengan suara nafas yang masih terengah-engah. Â
" Anu apa. Kalau bicara yang jelas. Biar saya tahu maksudmu," kata Pak Ketua Masjid.