Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perempuan Penjaja Ikan Keliling

15 Maret 2021   20:54 Diperbarui: 15 Maret 2021   21:35 598
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen: Perempuan Penjaja Ikan keliling

Dengan bertelanjang kaki, perempuan itu menjajakan ikan yang berada dalam keranjang di atas kepalanya. Menyusuri rumah demi rumah di Kawasan Perkampungan. Teriakan " ikan...ikan... digemanya dengan sangat lantang hingga terdengar ke pelosok rumah  para warga Kampung.

Perempuan itu terus melangkah dan melangkah susuri rumah warga Kampung. Sesekali suara lantangnya bergemuruh. Dengan harapan pemilik rumah keluar dan membeli ikannya.

Hingga matahari bersinar dengan garangnya, ikan yang ada dalam keranjang diatas kepalanya belum terjual habis. Perempuan itu terus melangkah dan melangkah, hingga akhirnya seorang pemilik rumah mewah  di ujung Kampung memanggilnya.

Dan dengan langkah tergopoh-gopoh, perempuan penjajaj ikan keliling  itu menghampiri sang pemilik rumah.

" Mau berapa kilo Pak ikannya," tanya perempuan itu.

" Semuanya," jawab sang empunya rumah seraya mendorong kursi roda ke arah teras rumahnya. Suara deritannya serupa suara tangisan.

Perempuan penjaja ikan itu kaget bercampur senang. Akhirnya ikannya terjual habis. Terbayang sudah di kepalanya, untung yang didapatnya. Bisa membayar utang di warung Mpok Hindun. Bisa membayar uang baju seragam anaknya.  Hatinya di liputi kegirangan yang luarbiasa.

" Mau ada acara ya, Pak," tanya perempuan penjaja ikan kepada sang tuan rumah.

Sang empunya rumah yang duduk dikursi roda hanya terdiam. Tak menjawab.

Sudah menjadi kebiasaannya, usai  sholat subuh, perempuan itu selalu menuju pantai. Dingin pagi menusuk tulang belulang.Perempuan itu harus datang lebih pagi  ke pantai untuk membeli ikan dari para nelayan yang baru pulang dari melaut. kalau tidak ,maka ikan sudah beralih tangan ke para tengkulak yang datang dengan motor bahkan mobil.  Semua ini dilakoninya demi dapurnya biar mengebul. Semenjak ditinggal suaminya, perempuan itu harus berjuang sendiriain menghidupi anaknya semata wayang yang mulai tumbuh dewasa.

Menyandang status sebagai seorang janda, tak pelak menjadikan siapa pun leluasa untuk sekadar menggodanya. Semua warga kampung menjadi penyaksi bahwa perempuan itu adalah perempuan paling cantik yang ada di kampung mereka. 

Kendati usianya sudah kepala empat, namun guratan kecantikan tak pernah hilang di wajahnya. Semua lelaki  di Kampung mereka, mendambakan perempuan itu untuk dijadikan istri mereka. Bau amis ikan yang melekat di kepala perempuan itu tak menghilangkan guratan kecantikannya. Godaan dari para lelaki kampung itu hanya ditanggapi perempuan itu dengan sebaris senyuman.

" Walaupun perempuan itu penjual ikan, aku mendambakannya untuk ku sunting sebagai seorang istri baru," canda seorang nelayan.

" Kalau istrimu ngamuk, aku tidak tanggungjawab ya," goda seorang temannya. Lelaki itu cemberut. Dan tawa mereka pun lepas di udara yang bebas.

Perempuan penjaja ikan keliling itu baru saja membuka pintu depan rumahnya. Jantungnya mau copot. Tiba-tiba lelaki tua yang selalu duduk di kursi roda dan  selalu memborong ikannya, sudah berada di depan rumahnya. Dada perempuan penjual ikan keliling itu berdebar. Sejuat pertanyaan menggeliat diotaknya. Dengan berbalutkan dada yang penuh debaran yang naik turun, perempuan penjaja ikan keliling itu mempersilahkan tamunya untuk masuk ke teras rumahnya.

" Mari masuk, Pak," ujarnya. lelaki itu mendorong kursi rodanya masuk ke teras rumah perempuan penjaja ikan keliling itu. 

Suara lelaki tua tua yang duduk diatas kursi roda itu terdengar sangat lembut. Intonasinya sangat indah untuk di dengar. Seperti suara penyiar televisi era tahun 80-an.

" Aku ingin melamarmu sebagai istriku," ujarnya dengan nada suara yang amat lembut tapi pasti. Jantung perempuan penjaja ikan itu seolah mau copot dari katupnya.  Dengan mengambil nafas dalam-dalam, perempuan penjaja ikan itu menjawab dengan terbata-bata.

" Bapak orang yang sangat terpandang di kampung ini. Apakah Bapak tidak menyesal menikahi saya seorang penjaja ikan keliling," tanyanya.

" Tidak sama sekali. Aku ingin engkau mencintaiku sebagaimana engkau mencintai pekerjaanmu sebagai penjaja ikan keliling," kata lelaki tua diatas kursi roda itu.

Cahaya matahari mulai meninggi. Perempuan penjaja ikan keliling itu mendorong lelaki tua di kursi roda itu menuju rumah. Ya, rumah mereka yang baru sebagai sepasang suami istri.

Toboali, Senin malam, 15 Maret 2021

Salam dari Toboali, Bangka Selatan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun