Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lelaki di Bawah Rembulan dan Cahaya Matahari

3 Maret 2021   19:06 Diperbarui: 3 Maret 2021   19:13 652
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen : Lelaki Dibawah Rembulan dan Cahaya Matahari

Cahaya malam makin menjauh. Sejauh mimpi para penghuni bumi. Cahaya temaram rembulan mulai enggan menyinari bumi. Rasa kantuknya mengalahkan niat mulia sebagai penerang alam.

Lelaki kemayu itu berjalan berlenggang lenggok bak peragawati di catwalk. Langkahnya tak bisa memungkiri kodratnya. Penampilannya yang rupawan membuat diorama dirinya berubah total. Dan klakson genit dari beberapa pengendara mobil dan motor yang melintasi jalanan sepi itu masih menggoda. Sangat menggoda.  Namun tak digubrisnya. Dia harus pulang.Langkahnya tak bisa memungkiri kodratnya. Sementara malam makin menua seiring mulai terbangunnya mentari dari rasa lelapnya.

Sinar mentari mulai memancarkan cahaya terangnya. Alam terang benderang. Kesibukan mulai terlihat. Dijalanan para pelintas mulai beradu cepat. Di pasar, para pedaang mulai menjajakan produknya. Tak terkecuali lelaki kemayu malam yang kini tampil dengan dandanan ala rambo.
" Busyet kuat amat Deni. Malam kerja siang masih kerja sebagai kuli panggul.Kayak rambo saja tenaganya,' ujar seorang temannya saat melihat Deni melintas depan warkop sambil memikul beban dipundaknya.
" Iya. Apa boleh buat. Inilah kerasnya Kota. Anda tak tahan jadi pengemis dijalanan," sahut para pengopi di warkop.
" Tapi kita bangga punya teman seperti dia. Pekerja keras untuk keluarga. Peduli dengan sekitar. Soal gaya hidupkan beda-beda. Itu soal rasa," sambung Mang Masno tetangga rumah Deni. Semua tercengang dengan perkataan Mang Masno. Sementara dilubuk hati Mang Masno ada rasa sesal atas ucapannya yang tak bisa diralat seperti dimedia massa.

Sudah tiga malam, Dena tak kelihatan diantara para penghias malam di Taman Ligut Kota. Para teman sejawat pun mulai resah. Sejuta tanya mengelembung dalam jiwa mareka. Sejuta pertanyaan mulai mareka narasikan kepada alam.
" Kok Dena udah tiga malam nggak markir. Kemana ya dia?," tanya lela.
" Sakit barangkali. Atau jangan-jangan dibooking ke puncak. Ha ha ha," jawab Manohara.
" Pasti dia ngomong kalau lagi dapat bookingan. Kamu tahu kan dengan perilaku dia," jawab lela. Para temannya yang menghias malam di taman Ligut pun mengamini omongan Lela. Bagi mareka Dena panggilan sexy Deni di Taman Ligut adalah seorang yang baik hati dan penolong. Banyak teman yang dibantunya. Baik dengan tenaga maupun material. Kedermawanannya sudah teruji.

Lela masih ingat bagaimana dia ditolong Dena dari serbuan maut para pemuas malam yang ingin merampok dirinya usai berkencan di bawah batang Mahoni yang ada di taman Ligut. Jangankan dapat kompensasi sebagai pemuas nafsu, tas Lela hampir saja dibawa kabur lelaki hidung belang itu saat lela masih asyik mengemas diri. Dan tanpa disangka Dena datang saat lelaki bejat itu hendak lari. Dan dengan dengan sekali hadangan, lelaki itu pun tumbang. Saat hendak bangkit, sebuah tendangan ala Bruce lee mendarat di perut lelaki itu hingga terdorong beberapa meter. Tepat di lokasi dia bermesum ria. Dibawah batang mahoni.

Bukan hanya lela. Manohara pun pernah menikmati kebaikan Dena saat dirinya memerlukan uang untuk membayar biaya rumah sakit Ibunya. Dengan bantuan Dena, Manohara bisa bernafas lega karena sebagian biaya Ibunya berasal dari Dena yang dapat ikan besar malam itu. Seorang lelaki tua berkantong tebal. 

Bukan hanya sejawat di taman Ligut yang kehilangan Dena dalam tiga hari ini. Para tetangga pun mulai kehilangan sosok dermawan. Dikalangan tetangga, Deni adalah warga yang suka menolong dan dermawan. Sudah banyak tetangga yang menikmati budi baiknya.
" Tuh orang baik banget. Aku berhutang budi kepada Nak Deni. kalau nggak ada dia, tidak tamat sekolah anakku," cerita Mpok Liza.
" Iya. Aku juga. Waktu bapak anak-anak masuk rumah sakit, dia yang bantu biaya berobatnya. kalau nggak ada dia, sudah koit barangkali bapaknya anak-anak," sambung Mpok Hindun.

Usai sholat Isya, beberapa perwakilan warga mendatangi rumah Pak RT. Pak RT terkaget-kaget didatangi warganya. Kain sarungnya pun hampir melorot. Dengan sigap diangkatnya usai mendapat kedipan dari istrinya.
" Apa yang bisa saya bantu saudara sekalian," ujar Pak RT.
" Deni Pak RT. Sudah beberapa hari ini tak keliahatan di kontrakannya. Kami sebagai warga khawatir dengan dia. Maklumlah Pak RT. Ah..Pak RT sudah pahamlah," ungkap perwakilan warga.
" Iya. Saya sudah dengar dari beberapa warga saat di masjid tadi. Intinya kita harus bersama-sama cari informasi dimana dia berada. Dia warga yang baik," ujar Pak RT.
" Dan tolong sampaikan kepada semua warga kalau ada info tentang Deni mohon kabari," sambung pak RT.

Di kampung Seberang, para warga terkaget-kaget saat hendak sholat subuh mendapati sesosok tubuh manusia sedang sujud. lama sekali. Para jemaah akhirnya memberanikan diri untuk mendekat dan  menegur. Dan saat disapa tak ada jawaban. Dan kekagetan para jamaah bertambah saat mengetahui lelaki itu telah wafat. Narasi sakral Innalillahi Wainnalihi Rojiun pun menggemakan. Menghias malam yang bercahaya. Sebuah kartu pengenal yang terselip di kantong baju lelaki tadi menyatakan bahwa dirinya adalah Deni.
Malam makin merenta. Suara zikir dari para jemaah masjid terus bergemuruh. Sakralkan langit. Sakralkan alam. Dan sakralkan jagad raya. 

Toboali,rabu malam, 3 Maret 2021

Salam dari Kota Toboali, Bangka selatan

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun