Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lelaki Perahu

10 Februari 2021   07:35 Diperbarui: 10 Februari 2021   07:48 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen : Lelaki Perahu

Lelaki itu menatap lautan luas dari atas perahunya. Bersama perahu, dia melahap ombak. Menelan gelombang hingga menantang badai. Dan lelaki itu tetap berdiri gagah diatas perahunya dengan kepala tegak. Sesekali sepoi angin laut menerpa wajahnya. Menyegarkan raganya hingga dia tertidur dalam perahu. 

Kepada lautan yang luas, dia berharap. Kepada deraian ombak yang menari dia berasa. Dan kepada gelombang yang bertiktok, dia menggantungkan hidupnya.

" Lautan kita luas. Kita bisa hidup dari mereka. Mereka bisa menghidupi kita. Jagalah laut kita. Dan hidupi juga mereka," pesan ayahnya yang masih diingatnya.

Lelaki itu hidup di atas perahu. Bersama perahu, dia menantang ganasnya kehidupan. Bersama perahu, dia berlayar. Menyusuri ombak. Melintasi gelombang. Mengakali badai yang datang secara tiba-tiba.

" Aku anak pelaut. Aku tak takut dengan ombak. Tak gentar dengan gelombang," ujarnya diatas perahu. " Lagi pula nenek moyangku pelaut. Jiwa raga ku berbalut lautan yang luas. Dan lautan memberi ku kehidupan, " lanjutnya dengan bergumam. Seekor ikan menatap wajahnya. Seolah ikut larut dalam gumamnya.

Dulu, saat pulang ke pantai usai menaklukan samudera, lelaki perahu itu amat bahagia. Belasan kilo ikan segar berhasil ditaklukannya. Dan lelaki itu, masih ingat dengan senyum manis  dari bibiristrinya yang menanti dirinya di bibir pantai. Lambaian tangan istrinya menyapa kedatangannya.

Kini? 

Entah kemana ikan-ikan itu berenang. Entah kemana mereka bersenda gurau. Lelaki perahu itu jarang mendapati mereka. Seolah-olah ikan-iakn itu tak mau bersahabat dengannya. 

Saat melaut bersama perahunya, dia hanya mendapati ramainya lampu-lanpu di lautan pada malam hari. Terang benderang. Mirip sebuah Kota. Kesibukan terlihat disana. Suara bongkar dan bongkar sering didengarnya dari kejauhan malam. Lelaki perahu itu tak berani mendekat. Lampu sorot besar terkadang tertuju kepada perahunya. Sebuah sinyal untuknya. Dan lelaki itu sudah mengerti tanda-tanda itu.

Lelaki perahu itu teringat dengan frasa tenggelamkan yang pernah didengarnya di televisi hitam putih di rumahnya. Dia pernah mendengar narasi itu. Dan lelaki itu pernah membaca kata itu disebuah koran bekas bungkusan asam yang dibuang istrinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun