Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lelaki Bersarung dan Secangkir Kopi Senja

19 Januari 2021   20:32 Diperbarui: 28 Januari 2021   19:03 1376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjelang senja tiba, lelaki muda yang bersarung selalu mampir sebentar di warkop yang terletak di dekat Kantor Desa. Diorama pelangi yang berwarna warni seolah ikut menghantarnya ke warung kopi untuk sekedar menikmati kopi terbaik yang ada di Desa itu. Kepak sayap rombongan camar yang mengangkasa diatas awan yang biru, seakan-akan ikut mengiringi perjalanannya ke warkop itu.

" Kopi, Mas," sapa sang penjaga warung.

" Ya. Mumpung azan magrib belum berbunyi," jawabnya.

Dan biasanya menjelang senja, hanya dirinya dan penjaga warkop yang ada di warkop itu sehingga lelaki bersarung itu bisa menikmati wajah sang penjaga warung kopi dengan leluasa tanpa harus dibaluti dengan kesibukan melayani para penikmat kopi yang biasanya ramai pada pagi dan siang hari.

Menikmati kopi seduhan sang penjaga warung yang cantik di setiap senja, mengukir memorinya. Penjaga warung kopi yang biasa diapnggil Asih oleh para penikmat kopi membangkitkan impiannya tentang masa lalunya. Wajah Asih mirip dengan wanita cantik yang pernah singgah di hatinya beberapa tahun lalu. Seorang perempuan berwajah keibuan yang sangat dijaganya kehormatannya sebagai perempuan. Seorang wanita cantik anak seorang petinggi Desa yang membuatnya bercita-cita tinggi sebagai seorang berpengetahuan tinggi.

" Aku akan melamarmu, kalau akau sudah bertitel," ucapnya kepada wanita anak petinggi Desa itu. Wanita anak petinggi Desa itu tersenyum. Sinar rembulan malam pun  ikut tersenyum mendengar narasi lelaki muda itu. Seolah-olah ikut berbahagia. Kelap kelip bintang dialngit menambah keindahan malam itu. Cahaya purnama pun tiba dengan senyumnya yang khas.

Lelaki muda itu harus menelan kegetiran hidup. Usai wisuda, dirinya mendapati kabar bahwa wanita anak Petinggi Desa telah disunting seorang lelaki muda dari Kota. Dunia serasa mati. Purnama serasa tak bercahaya. Angin pun mati. Tak bertiup. Kelap kelip bintang pun tak terlihat. yang ada hanya kegelapan dan kegelapan malam. 

Kegetiran hidup mendamparkannya di Desa ini. Sebuah Desa yang jauh dari hiruk pikuk Kota. Sebuah perkampungan yang amat damai yang dipenuhi hijaunya dedaunan. Rimbunnya pepohonan membuat lelaki muda itu amat bahagia hidup dan berkehidupan di desa ini. Pengetahuan yang didapatnya dibangku kuliah didedikasihkannya untuk mengajar anak-anak Desa. 

" Sebagai anak Desa kita harus berilmu biar tidak dibodohi orang-orang Kota. Sebagai anak Desa kita harus berpengetahuan, biar tidak mudah dikadalin orang-orang Kota," pesannya kepada anak-anak Desa.

Penjaga warung kopi itu telah memunculkan semangat hidupnya. Wajah Asih yang cantik telah memuncratkan harapannya yang sempat padam. Kelembutan Asih sebagai orang Desa telah memberinya harapan. 

Senja itu, seperti hari-hari biasanya yang sudah menjadi kebiasaannya , lelaki muda bersarung mampir ke warkop itu. Hanya ada Asih sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun