Nay, akhirnya tak kuasa untuk melawan noda malam yang terus datang dan menggodanya tanpa malu. Teringat sebelum dirinya berangkat tadi anaknya menceritakan tentang uang SPP yang belum terbayar. Â Tentang uang kontrakan yang sudah ditagih pemilik kot dengan wajah garang. Dan tentunya sejumlah uang untuk baju baru anaknya. Kepala Nay berat. Sangat berat sekali. Seberat ketukan pintu kamarnya yang didengarnya dengan samar-samar. Tak seperti biasanya yang terdengar garang ketukannya.
Pintu terbuka. Nay kaget setengah mati. lelaki yang masuk ke kamarnya itu mantan kekasihnya yang ditinggalkannya demi mencari harta di Kota. lelaki yang dianiaya hatinya oleh dirinya. lelaki yang sangat mencintainya dengan setulus hati. lelaki yang ingin meminangnya. Dan lelaki yang kini sudah dipanggil Pak Lurah oleh warga Kampungnya.
" Aku ingin mengajakmu pulang," sapa lelaki itu dengan suara lirih.
" Aku malu," jawab Nay.
" Meninggalkan pekerjaan ini sungguh terhormat. Dan pulang ke Desa sungguh lebih baik. Hidup di Desa lebih mulia ," jawab lelaki itu.
" Kamu tak malu punya istri seperti aku yang pekerjaannya sebagai pemuas nafsu lelaki," tanya Nay.
" Aku malu kalau engkau masih di sini. Aku mencintaimu sepenuh hati. Karena itu aku datang ke sini menjemputmu," ujar lelaki itu.
"Bagaiman dengan anakuku," tanya Nay lagi.
" Dia anakku juga," kata lelaki itu.
Suara Azan subuh hantarkan Nay, anaknya dan lelaki itu pulang ke kampung mareka. Sejuta asa digantungkan Nay pada lelaki itu. lelaki yang pernah ditolaknya karena asanya kepada kehidupan Kota yang katanya bisa menjahit baju kehidupan yang bernama kekayaan. (Rusmin)
Toboali, Bangka selatan, 11 juni 2017
 Â