Dan para sesepuh Desa dan tokoh masyarakat pun pulang dengan wajah tertunduk malu.
Isu kembalinya Pak Kades mencalonkan diri sebagai kades mulai menjadi perbincangan di masyarakat. Pro kontra pun tercipta. Nada-nada hujatan pun mulai bergema menghiasi hari-hari desa Kami. Tiada hari tanpa membicarakan isu tentang pencalonan kembali pak Kades.
" Pak Kades ini memang orang yang dak nabat. Masa selama memimpin Desa tanpa prestasi untuk kita, masih saja mau berkompetisi. Ini benar-benar diluar dugaan otak besar saya," ujar MatLiget.
" Tapi itu kan hak demokrasi pak Kades Bung yang dilindungi Undang-undang," jawab yang lain.
" Benar. Tapi apa Pak Kades mau dipermalukan masyarakat Desa ini?" tanya Matliget lagi. semua yang mendengar hanya terdiam membisu. Tak ada satu pun narasi yang keluar dari mulut mareka.
Pemilihan Kades sudah diambang pintu. Dalam kompetisi Pilkades kali ini Pak Kades mempunyai dua penantang. Keduanya bukan cuma dikenal warga desa kami, namun keduanya memiliki track record hebat sebagai pengabdi buat masyarakat.
Dua penantang pak Kades ini memang bangsawan pikiran bangsa yang bukan hanya pintar dan berpendidikan, namun keduanya maju karena adanya desakan dari warga Desa kampung kami.
"Saya maju karena diminta masyarakat untuk mengabdi kepada mareka," ujar penantang pak Kades.
Semakin mendekati hari pencoblosan, rumah pak Kades makin sepi didatangi para pendukungnya. Usaha Bunda dengan memanjakan masyarakat pun hambar. bahkan kunjungannya ke RT-RT hanya dihadiri para perangkat RT saja. Tak pelak kondisi ini membuat Bunda mulai gundah.
" Gimana nih Pak RT, kok setiap saya datang masyarakat sepi. Apa Pak RT tak mengundang mareka," tanya Bunda.
" Sudah Bunda. Malah saya kirimi sms pula selain undangan resmi," jawab Pak RT.
" Lantas kenapa mareka tak hadir," desak Bunda.