Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Truk Gandeng

22 April 2017   08:53 Diperbarui: 22 April 2017   18:00 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Beriringan membelai aspal jalanan. Berbedak debu, bergincu lumpur bekas hujan. Keriut baut dan as roda menggigit keramaian. Terhuyung huyung angkut beban kehidupan.

Setia membelah dingin malam, lalu meniduri siang.  Berhenti saat haus menghampiri, atau lapar menerjang.  Lebatnya terik menguyup memanggang. Tak dipedulikan, karena begitulah nasib menggantang.

Terpisah sementara hanya saat lelah mencapai derak lutut. Lalu bergandengan lagi memacu angin yang sedang kalut. Menuju tempat berlabuh di sudut sudut. Gudang dan pelabuhan yang carut marut.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun