Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Dinihari Pukul Dua

31 Maret 2017   19:26 Diperbarui: 1 April 2017   06:36 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Dinihari pukul dua

Aku terbangun tiba tiba. Bahkan dentang jam masih bersembunyi dari angka dua.

Aku mencoba meraih kantuk di sekelilingku. Namun sudah tak ada sisa. Semua kantuk telah terlelap kembali. Bagaimana mungkin kantuk bisa melenyap? Sedang tidurku bahkan belum seperempat malam?

Ini adalah gelisah. Tak terkira kira resah. Hatiku berguncang guncang seperti kereta kuda yang berjalan di jalanan tak rata. Seperti layaknya kapal laut yang bertemu dengan gelombang berurutan. Semakin meninggi tiada henti.

Batinku lalu bertualang....

Rinduku pada sebuah mimpi. Masih berkejaran di dalam setiap sudut pengharapanku. Menyapa, menari nari, lalu meletakkan hatiku dalam sebuah timbangan. Segenap diriku bertumpu pada sisi sebelah sini. Dimana cinta adalah prakata yang tertulis sejak lama.

Aku langsung teringat kamu.

Rinduku pada sebuah pengembaraan. Tak pernah ada akhir karena aku bahkan belum memulainya. Melilitkan kain sarung tidak hanya saat adzan magrib tiba. Menghitung sholatku tidak hanya lima. Kenakan peci bukan karena sebuah acara menghadiri. Mengambil wudlu  tidak lagi karena wajib membasuh najis dan keseragaman sesi. Membaca kalimat yang terukir gagah bermakna indah. Dari kitab suci lusuh yang aku simpan berbulan tahun.

Aku langsung teringat kepada Tuhan.

Rasanya semakin menusuk nusuk. Seperti sebuah jarum yang berulang melewati lubang benang, tapi tak kunjung selesai jahitannya. Aku berharap aku tertidur tanpa kantuk. Tapi tentu saja tak bisa. Mataku menjelajahi langit-langit rindu yang kembali menguasaiku. Tanpa ampun tanpa ragu.

Aku teringat kemanusiaanku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun