Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Dari Sang Ayah

22 April 2017   05:57 Diperbarui: 22 April 2017   16:00 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Lelaki tua itu meneteskan air matanya yang mungkin hanya tersisa beberapa.

Bertanya apakah cinta kepada orang tua sudah menghilang dan terhapus dari dunia.

Walau dia tidak berharap lebih dari satu dua patah kata menyapa. Ayah sehat? Ayah tidak apa apa?

Dia menghela nafas seolah udara terasa menyakitkan di dada.

Seolah jantungnya hanya terbuat dari batu bata.

Seolah paru parunya bekerja hanya sebagai kewajiban saja.

Hatinya meneteskan darah yang bukan lagi merah.

Mulutnya terasa kering bukan karena amarah.

Merasa kehilangan kasih sayang buah hatinya karena gerusan jaman.

Dan cukup luka akibat tumpul tajamnya peradaban.

Lelaki tua itu tidak jadi meneteskan air mata. Disimpannya untuk saat saat terakhir saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun