Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Saling

6 November 2020   11:39 Diperbarui: 6 November 2020   11:43 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://cdn.pixabay.com

Petikan berita. Berlalu lalang seperti rombongan ngengat yang gugup di malam buta. Beredar di seputar linimasa. Bercerita tentang padang kurusetra. Di mana ujung tombak dan anak panah saling melempar nanah. Terhadap orang-orang yang dikucilkan. Hanya karena tidak sepakat kapan purnama mesti dipadamkan.

Hari demi hari adalah pertaruhan dari keping-keping sepi. Berantakan dan lintang pukang berlari. Merusak jaringan otak menjadi remah-remah dedak. Mengiris hati dengan belati yang diasah menggunakan ujung tajam duri.

Zaman dan peradaban saling berhadapan. Mengukur mata dan volume airmata. Mengubur ingin dan merubah arah mata angin. Dingin.

Almanak dan kota yang bersemak saling berpunggungan. Menjauh dari matahari yang terkubur kabut. Mendekat ke arah sunyi yang diukur secara luput.

Laut dan langit saling berkaca. Sesungguhnya biru itu lahir di mana. Apakah dari rahim samudera yang kedalamannya adalah cinta. Atau dari gua garba semesta yang rahasianya ada di rongga dada.

Sajak-sajak mampat dan syair-syair yang penat saling berkejaran. Mengendarai petrikor hujan. Menuju bekas-bekas hutan dan sisa-sisa lautan. Untuk selanjutnya memusara diri mereka. Di ujung sandyakala pertama yang tiba.

6 Nopember 2020  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun