Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Epos Sukacita

27 Juni 2020   19:06 Diperbarui: 27 Juni 2020   19:04 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://images.pexels.com

Aku ingin menggambar titik-titik hujan pada secarik mendung yang lepas dari langit. Sore ini. Ketika rasa gerah menyudahi upayaku menulis beberapa bait puisi. Tentang cuaca yang tiba-tiba hanya terbagi dua. Pedih dan bahagia.

Saat petang mulai menjatuhkan bintang-bintang di pelupuk mata orang-orang, aku malah berniat mencari di mana letak kunang-kunang. Aku ingin menyalakan pelita lewat tubuhnya yang benderang. Sebagai pengingat bahwa semesta itu tidak cuma ruang-ruang raksasa. Namun juga sesempit pandangan mata.

Suara-suara entah darimana, menyanyikan lagu-lagu yang diaransemen ulang oleh pucuk cemara dan helaian bunga kamboja. Dengan tenang mengisi partikel-partikel udara yang sedang mencoba memberi kabar kepada siapa saja bahwa semua masih baik-baik saja. Tidak perlu cemas. Karena batas antar horison masih terlihat jelas.

Mulai malam ini, hikayat airmata tidak perlu diceritakan kembali. Cukup dituliskan dalam buku-buku fantasi tentang rasa pedih yang kehilangan narasi.

Semenjak malam ini, semestinya epos sukacita dikisahkan berulangkali. Baik itu melalui tatapan, ruang-ruang percakapan, maupun percikan-percikan kenangan.

Bogor, 27 Juni 2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun