Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Rahim Waktu

19 Mei 2020   04:19 Diperbarui: 19 Mei 2020   04:35 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seorang perempuan, yang tatapannya seteduh telaga, memandang dengan seksama setiap sudut malam yang saat ini sedang berdendang. Dari mulutnya tersungging senyuman yang lebih berembun daripada pagi. Menjadikannya sebuah ilustrasi sempurna tentang kemegahan dinihari.

Seorang lelaki, yang tatapannya senyalang elang yang kehilangan lautan, menyisir delapan penjuru malam yang disangkanya menyembunyikan percakapan. Dari mulutnya terhampar sebesar-besarnya cibiran yang lebih menampar daripada gegar hati yang pengar. Membuatnya seolah seorang yang terlambat keluar dari sebuah labirin yang sama sekali tidak membuat orang tersesat.

Sepotong langit, yang disobek-sobek oleh tajamnya mendung hitam, memaparkan pemandangan lansekap luar biasa yang menggambarkan jejak-jejak purnama beberapa saat sebelumnya. Dari raut mukanya yang sedikit lebam karena kehabisan banyak persediaan hujan, terlihat sesungging senyuman. Bumi yang selama ini ia saksikan selalu menjadi pesakitan, memamerkan berlimpahnya kemerdekaan.

Seceruk ingatan, dari begitu banyak lupa yang dijadikan sebagai latar belakang berbagai alasan amnesia, terurai perlahan. Mengabadikan kehadiran seorang perempuan dengan senyumnya yang berembun kepagian, seorang lelaki yang dari kilat matanya bersiap untuk melanun kesepian, dan sepotong langit yang sebelumnya penuh luka namun telah selesai dibebat oleh tenunan kebaikan.

Orang-orang itu. Potongan-potongan itu. Ingatan itu. Semuanya adalah fragmen waktu yang menjadikan tubuhnya sebagai rahim berbagai peristiwa. Apakah itu tentang kelahiran duka, atau serpihan kecil rahasia bagaimana cara berbahagia.

Bogor, 19 Mei 2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun