British Airways
Johannesburg-Doha
Kecepatan gerak Andalas menyelamatkan Cecilia. Senjata itu belum sempat meletus karena Andalas berhasil menjatuhkan si penembak yang berdiri sebelum menarik pelatuknya.
Namun Andalas ikut terjatuh dan kakinya tersangkut pada pijakan kaki di kursi. Penembak itu kembali berdiri dan mengacungkan senjatanya ke arah Cecilia yang cuma berdiri terpaku.
Sebelum jarinya menarik pelatuk, tubuh penembak itu sejenak menegang lalu terjatuh meregang nyawa dengan Kaiken menancap dalam di dahinya. Akiko memeluk Cecilia dan menenangkannya. Pemandangan orang mati dengan dahi tertancap pisau bukanlah sebuah pemandangan indah yang mudah dilupakan.
Andalas bertindak cepat. Kegaduhan ini akan memancing kedatangan pramugari. Dengan cepat dicabutnya pisau kecil yang luar biasa tajam secara hati-hati agar darah tidak mengucur deras, lalu dibaringkannya sosok kaku itu ke kursi dan ditutupinya selimut sehingga terlihat seperti sedang tertidur. Kursi kelas utama mempunyai partisi sehingga cukup aman dan tak terlihat kalau penumpang itu telah menjadi mayat.
Sebelum meninggalkan mayat itu, Andalas nampak memeriksa beberapa bagian tubuhnya terlebih dahulu.
Akiko mengeluarkan X-One.
Dokter Adli, ada yang hendak mencoba membunuh Cecilia di pesawat. Pelaku mati. Bisakah ada yang mengurusnya saat pesawat ini transit di Doha?
Tentu Akiko. Usahakan jangan ada kegaduhan dulu di pesawat.
Baik Dokter. Any idea siapa kira-kira yang berniat buruk ini?
Aku belum tahu untuk saat ini. Biarkan Andalas yang mengurusnya.
Akiko memperlihatkan layar X-One miliknya ke Cecilia yang terduduk lemas di kursi. Cecilia mengangguk. Mereka berdua memperhatikan Andalas mendatangi lalu berbisik pelan.
"Aku sudah curiga semenjak boarding di pesawat ini bahwa ada yang sedang memata-matai kita. 1 penumpang yang tewas itu. 3 orang di kabin kelas bisnis. Kemudian 3 orang di kabin ekonomi. Aku mengenali yang telah tewas ini sebagai hit man dari Italia. Mungkin dia suruhan Sang Eksekutor."