Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Candikala Kala Sandyakala

15 Maret 2020   22:02 Diperbarui: 16 Maret 2020   03:53 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhirnya aku kembali
mengadu kepada hujan
tentang gerimis yang datang
mengetuk pintu
dan mengabarkan bahwa
langit mulai kehabisan mendung
satu demi satu

Seperti malam ini
aku tetap melihatnya sebagai kegelapan
yang tumpah ruah
di halaman yang basah
namun juga menyaksikan
pucuk cemara, sedang menggapai-gapai purnama
mencari percikan cahaya, yang tak didapatnya
semenjak hari-hari
dikuasai oleh rasa sepi

Jalanan yang meriah
menjadi selengang kabut
di pinggiran laut.
kota yang biasanya tak pernah berhenti
menyuarakan ramalan rasi
kini malih rupa, menjadi sepotong peti mati.
desa-desa berada dalam ceruk ketakutan
yang begitu dalam
atas cerita-cerita seram
yang mengalahkan, kumandang adzan.

Kabar-kabar lantas mengalir
seperti air di selokan
yang dipenuhi kotoran,
semakin menggigilkan bulu kuduk
tentang bumi yang sedang dikutuk

Padahal hujan tiba
sama sekali tidak mengabarkan berita duka
namun berusaha sekuatnya
melenyapkan pikiran tentang candikala
agar orang-orang
tidak terperangkap sandyakala
di ruang-ruang benak mereka

Bogor, 15 Maret 2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun