Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Meraih Matahari

10 Maret 2020   06:06 Diperbarui: 10 Maret 2020   06:59 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://images.pexels.com

Berhentilah membuatku seperti lelaki yang kehabisan kata-kata. Aku sudah berada di hadapan rak-rak buku. Di sebuah perpustakaan yang pengunjungnya tak lebih dari satu.

Aku tidak menemukan apa-apa. Kecuali beberapa frasa berbahaya mengenai cinta di tengah cuaca yang memburuk bukan oleh angin. Namun lebih banyak disebabkan keinginan yang mendingin.

Musim sedang berada di antara muson dan pasat. Angin terlanjur mampat. Berhenti di tengah fase samsara. Reinkarnasi yang mengulang renjana. Tanpa keterlibatan banyak rencana.

Mungkin di situlah banyak tersembunyi kata-kata yang kehilangan ibundanya. Kelu. Menatap kalimat yang membatu. Tanpa tanda baca selain tanda seru.

Dan aku menjerit seperti elang yang bertabrakan, dengan udara yang mengeras. Sayap-sayap kebas, akhirnya membuatku kembali menjadi penyintas.

Terbang meraih matahari. Satu-satunya yang masih punya kehangatan di pagi hari.

Jakarta, 10 Maret 2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun