Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Sinar Lampu dan Percikan Purnama

16 Januari 2020   09:01 Diperbarui: 16 Januari 2020   09:07 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://images.pexels.com

Catatan perjalanan itu dituliskan
semenjak menjejak tanah dramaga
bergelut dengan buku-buku
atau bergulat dengan kisah kasih yang kelu
juga pencarian tentang kapan musim terbaik
untuk menanam Angsana
dibanding membangun taman bunga

Ada saatnya meniti buih-buih ombak
di lautan yang garang
di antara mata badai
dan pantai-pantai yang landai
hingga sampai pada suatu tempat
saat menempatkan cinta yang tak lagi salah alamat

Menjadi hamburan sinar lampu
di malam paling gulita
bagi orang-orang yang ditindih kegelapan
dan belum selesai membaca
bagaimana cara terbaik menanam cinta
di hutan-hutan yang patah hatinya

Menjadi percikan purnama
di pekat yang paling buta
bagi orang-orang yang terpeleset
dan hampir terjatuh
saat menyusuri jalan setapak
di hutan-hutan yang kerajaannya nyaris runtuh

Selamat jalan,
namun ini bukan kalimat perpisahan
kini saatnya, catatan perjalanan diselesaikan
tentang cinta paling paripurna
kepada hutan belantara
juga langit yang telah menyembuhkannya

Jakarta, 16 Januari 2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun