Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Puisi | Hutan-hutan Mati

2 Desember 2019   06:16 Diperbarui: 2 Desember 2019   19:44 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: pxhere.com

Di sini hujan, di bumi yang pinggangnya sangat berlubang-lubang. Menciptakan kolam-kolam kecil, kolam-kolam besar, kolam-kolam raksasa. Aku yakin bidadari tak mau turun dan mandi di kolam-kolam yang keruhnya setara dengan pikiran para pelancong dunia. Pergi ke suatu tempat hanya untuk membuang hajat tamasya, lalu pergi meninggalkannya.

Di sini, pagi selalu terbangun seolah kehabisan mimpi. Pohon-pohon hutan yang dari setiap ranting dan dahannya adalah tempat persembunyian mimpi terbaik, sudah lama pergi bertabik. Menjadi kenangan yang mendiami setiap rumah orang-orang Punan. Menjadi angan-angan gelisah pada setiap rencana perburuan orang-orang Kenyah.

Pohon-pohon itu sudah lama mati. Hanya tersisa sedikit dan itupun nyaris juga mati. Di sini, hutan-hutan mati dimakamkan di lubang-lubang bumi yang habis-habisan digali.

Hujan sudah berhenti. Iramanya yang pedih masih sayup terdengar di pinggiran hati. Membawa kabar hutan-hutan yang mati. Bukan karena harakiri, namun karena genosida berkali-kali.

Berau, 2 Desember 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun