Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Tumbuh

29 November 2019   22:10 Diperbarui: 29 November 2019   22:21 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://cdn.pixabay.com

Sepotong kegelapan
hinggap di rumpun malam, yang ditumbuhkan
oleh orang-orang tidur, dengan mulut menganga
menghadap arah timur
agar esok pagi, bisa menangkap matahari
dan seketika itu juga
melahapnya

Sejumput mimpi
ditiup angin yang lamban
melantai dan berdansa
di atas rerumputan,
yang ditumbuhkan oleh penjaga
gudang-gudang kosong, yang tadi siang masih penuh harapan
dari orang-orang yang menyimpan segala sesuatu
di kepalan tangannya yang kaku, serta bibirnya yang kelu
dan ingin tersenyum
tapi tidak diperkenankan masa lalu

Setitik hujan
tertinggal di ujung gang
di halaman belakang kota
yang ditumbuhkan oleh keramaian
sementara sepi, menenggak minuman terakhir
dari bersloki-sloki takdir
di atas tikar yang belum selesai ditenun
namun jeraminya habis dilanun
sekawanan burung pipit yang mencari
beberapa butir padi
di sawah-sawah yang habis disiangi
tadi pagi

Sepasang mata
menghitung jumlah kenangan
yang ditumbuhkan langit-langit kamar
dan dinding yang buram
sementara jam yang mati, di pelukannya
tetap memperlihatkan angka
di mana ia berjibaku dengan masa
ketika wajah dunia, masih bergembira
dan kini berganti
menjadi raut muka
dengan kerutan berbahaya

Jakarta, 29 November 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun