Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Artefak Cahaya

12 November 2019   16:08 Diperbarui: 12 November 2019   16:38 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebuah karya seni dipahat di tepian langit. Ketika fajar yang epik menampilkan raut muka artistik. Artefak cahaya berhamburan kemana-mana. Menyinggahi beranda, menyusur pematang sawah, lalu menetap di dedaunan yang matanya lebar terbuka.

Dunia sedang tersenyum pada dirinya sendiri. Menghibur hatinya yang semalam terjebak dalam relikui. Mimpi-mimpi terbaik telah habis-habisan dilanun. Menjadi harta karun yang hanya bisa dilihat di museum yang memajang sejarah para pelanun.

Bila pagi terus seperti ini. Mungkin saja sengketa yang ada hanyalah perbedaan antara empedu dan gula. Cuma kekacauan antara pahit dan manis belaka. Tidak ada pertengkaran saat sarapan, atau perkelahian memperebutkan kopi sachetan.

Bila demikian adanya, nanti saat senja tiba, orang-orang sudah bisa mulai bercengkrama. Bercakap-cakap tentang puncak almanak yang disebut purnama. Berbincang-bincang mengenai bagaimana cara menikmatinya. Bukan lantas berebutan cahaya agar kegelapan di rumahnya masing-masing sirna.

Menyala. Dan tidak pernah padam sebelum waktunya.

Pontianak, 12 Nopember 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun