Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Dunia Kehilangan Tanda Baca

5 November 2019   04:44 Diperbarui: 5 November 2019   04:54 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jikalau beberapa bait puisi ternyata membuatmu serasa terdampar di sebuah pulau. Kosong tak berpenghuni. Hanya ada debur ombak yang menggerai pesisir. Atau angin yang menghambur rumah-rumah pasir. Lalu kau tenggelam di palung yang kau ciptakan melalui tekukan wajah murung, maka sesungguhnya kau sedang menyamun dirimu sendiri dengan panasnya api.

Kau membakarnya seketika. Menggunakan kemarau yang sengaja kau simpan dalam belanga. Di dapur yang kau biarkan dingin. Hanya kau hangatkan dengan beberapa gelintir lilin yang langsung padam ditelungkupi angin.

Manakala rimbun sajak yang bersemak di sela-sela juluran liana yang beronak lantas membuatmu berdarah di pembuluh vena. Mengalir tak henti seolah sungai yang sedang ditimang musim hujan. Kemudian kau terhuyung-huyung nyaris jatuh di langkan bekas rembulan, maka sebenarnya kau sedang menyia-nyiakan kesempatan untuk berbaikan dengan kenangan.

Kau memusuhinya dengan cara Hanoman menghanguskan istana Alengka. Pada setiap derit pintu terbuka di kepala, langsung saja kau jeruji dengan tumpukan murka. Kenangan bagimu bukan sekutu terbaik. Sulit sekali bagimu meski cuma untuk sekedar bertabik.

Ketika kerumunan kata kau biarkan terlantar tanpa perbincangan. Menjadi sekawanan bahasa gagu yang lebih diam dari keheningan gumam. Setelahnya kau meradang geram atas kedatangan masa silam, maka sebetulnya kau kembali mengulang kericuhan di peperangan yang tak bisa kau menangkan.

Kau menuliskan saga yang kesulitan menemukan akhir cerita. Kau ingin menjadi pemeran utama. Tapi kau juga memaksakan diri menjadi sutradara. Terjadilah drama yang kehilangan nyaris semua fragmen, opera yang lupa untuk kembali diaransemen, dan orkestra yang kehabisan perkamen.

Kau sesungguhnya berada dalam dunia yang penuh tanda baca. Hanya saja kau lupa di mana letak koma, titik, dan tanda tanya. Sehingga kau kehilangan jeda yang membatalkan kalimatmu menjadi paripurna.

Bogor, 4 Nopember 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun