Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Razia

17 Oktober 2019   00:43 Diperbarui: 17 Oktober 2019   00:50 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kabar-kabar kini beredar tanpa majikan. Langsung saja yatim piatu begitu dilahirkan. Melanglang buana menjadi kebenaran. Di wilayah-wilayah gagu yang percaya tanpa bertanya. Di ruang-ruang bisu yang ramai oleh kata-kata. Lantas kemudian menyebarkannya seperti pandemi. Lalu keesokan harinya selalu ada berita tentang bunuh diri.

Dengan mudah dunia ditaklukkan reinkarnasi pasukan Jenghis Khan. Berkuda tanpa pelana, menyerbu tanpa aba-aba, dan merompak semua hal dengan hina dina. Melalui tombol-tombol obituari, yang menulis tentang kematian namun begitu banyak yang antri.

Jam demi jam, detik demi detik, nadi dan hati dibiarkan dipatuk ular derik. Bisa yang menjalar di jaringan aorta, dianggap sebagai sempurnanya sebuah berita. Seperti genosida. Hanya saja yang punah adalah rasa.

Keriuhan linimasa. Mengalahkan gegap gempita perang dunia kedua. Sebab ini memang yang ketiga. Dunia nyata dipasung oleh betapa kayanya kosakata, yang diproduksi oleh mesin mesin perang di balik meja.

Kita, adalah pemangsa. Tapi tak sadar telah begitu dalam dimangsa. Oleh kerumitan yang terlalu disederhanakan. Juga oleh kesederhanaan yang sulit diterjemahkan.

Kita ada. Berjalan, bertapa dan bekerja. Tapi jiwa dan mata telah habis-habisan dirazia.

Bogor, 17 Oktober 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun