"Duh, jangan sampai ada air terjun di depan kawan! Rakit ini pasti tidak akan tahan," Rabat mengeluh pelan.
Ben menyahut kegundahan Rabat dengan ucapan tegas," tidak Rabat! Kita sudah jauh di hilir. Tidak ada air terjun lagi. Kita langsung menuju muara laut."
Rabat menghela nafas lega. Setidaknya itu menghibur hatinya. Petualangan mereka ini sudah sangat keterlaluan. Ini bukan lagi ekspedisi, tapi perjuangan hidup dan mati.
Keempatnya memutuskan untuk beristirahat. Rakit dibiarkan hanyut mengikuti arus yang sangat pelan ke hilir. Mereka hanya menjaga agar rakit itu jangan sampai hanyut ke tepian. Entah apalagi yang menunggu mereka di sana.
Suara gemuruh keras di kejauhan serentak membangunkan keempat orang yang sedang melepas lelah itu. Tidak ada air terjun hah?!
Rakit kecil itu berguncang dan oleng ke kanan kiri. Arus tiba-tiba menderas dengan cepat. Bahkan sekarang mereka sudah berada di tengah-tengah jeram mengerikan yang sangat bergelombang!
"Bukan air terjun! Ini jeram! Bertahanlah kawan!" suara teriakan Ran tenggelam ditelan hiruk pikuk suara air.
Sambil terus berpegangan erat-erat pada rakit, keempatnya punya pikiran yang serupa. Bagaimana mungkin ada jeram di bagian hilir sungai yang mulai melebar? Sungai yang aneh! Pulau yang benar-benar aneh!
Benar saja. Dalam kondisi rakit yang lumayan porak poranda, hanya tersisa 4 potong kayu dari sekitar 12 kayu, arus memelan dan kini mereka memasuki muara sungai yang sangat lebar.
Tet memandang dengan muka ngeri. Pikiran paranoidnya mengkhayalkan hewan-hewan air raksasa dan mengerikan telah menunggu mereka di depan sana. Lautan itu memang terlihat tenang. Tapi dia tahu dalam ketenangan itu tersimpan banyak rahasia berbahaya yang sama sekali tidak bisa diduga.
"Perahuuuuu...!" Ben berteriak sambil menyipitkan matanya ke pinggiran muara.