Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Sepetak Langit Pecah Berantakan

24 September 2019   06:28 Diperbarui: 24 September 2019   06:30 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dari teluk Belang-Belang yang tenang, sepetak langit nyaris saja pecah berantakan. Bukan meluruhkan anak-anak hujan yang sangat dirindui, tapi justru mengirimkan beberapa pesan tentang pemimpin, pemimpi, orasi dan onani;

1) Dalam peperangan yang sudah sangat sering dibukukan, pemimpin adalah orang yang melesatkan anak panah pertama, melecut sanggurdi kuda, lalu berteriak sekencang-kencangnya kepada semua pasukannya bahwa mati dalam keadaan merdeka jauh lebih mulia dibanding hidup lama nan hina.

Seorang pemimpin berdiri paling muka di antara hujan pedang dan tebasan kelewang. Bukan bersembunyi di balik ketiak undang-undang lalu menutup gendang telinga rapat-rapat agar tak perlu lagi mendengar rintih kesakitan maupun erangan kematian.

2) Seorang pemimpi akan selalu berdiri paling depan dalam menghadapi malam yang paling jalang. Baginya dinihari adalah saat paling tepat memimpikan cara terbaik untuk pulang. Dia tidak mau menyudahi mimpi apabila sedang berdansa dengan kerinduan, memeluk anak-anak hujan, kemudian berbincang semalaman tentang sidang yang kehilangan percakapan.

Bagi seorang pemimpi yang sangat mencintai negeri di mana dia menitipkan tembuni, hiruk pikuk mengenai api yang mati setelah disirami soda api, adalah perkara terkutuk yang semestinya tidak terjadi.

3) Orasi demi orasi menabuh tambur tentang runtuhnya atap langit yang kontan saja berduka karena kehabisan prakata setelah mengetahui ternyata sedang terjadi pementasan drama yang tak dikehendaki para pemirsa. Skenario dituliskan di atas kertas lusuh yang bahkan tak punya daftar pustaka. Semua atas suruhan linimasa istimewa yang hanya berdiam di sekitar istana.

4) Di ruangan-ruangan yang dilabeli sebagai tempat orang-orang terpilih, ratusan orang menyanyikan cinta negeri sambil onani. Menuntaskan syahwat dan libido di atas tubuh molek ibu pertiwi yang terbaring diam di atas lubang kuburan meskipun belum mati tapi jelas sekali telah patah hati.

Dari teluk Belang-Belang yang mulai bergelombang, langit mulai terlihat pecah berantakan. Jatuh menghunjam permukaan lautan yang sedang mengadakan perjamuan sederhana. Memperingati kematian demi kematian yang belum tiba pada waktunya.

Mamuju, 24 September 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun