saya telah melewati malam berulangkali
menemukan gelap, selalu bergumul dengan sunyi
lalu meluapkan kesepian, dengan caranya sendiri
sembari membangun ruang-ruang tafakur
pada cemara yang sedari tadi jatuh tertidur
mencoba menghilangkan rasa takut
tentang kisah bukit dan sungai yang berkabut
namun ternyata hanya ada di buku-buku
karena itu semua adalah jejak samar masa lalu
lampu-lampu jalanan, di kejauhan
menyala sekedarnya
memberikan jalan bagi siapa saja
terutama orang-orang yang menyukai pukul dua
terjaga, sambil menghitung jumlah bintang di kepala
membayangkan sekumpulan cahaya
terbit di semua ufuk di dunia
membangkitkan kembali rasa cinta
kepada Yang Satu-satunya
rembulan yang sedang beranjak dewasa
meminang langit sebagai kekasihnya
disaksikan serombongan kunang-kunang
pulang ke padang ilalang
meninggalkan percikan pengharapan pada tanah-tanah gersang
bahwa hujan sedang dalam perjalanan
dan sekarang sedang berhenti sebentar
memadamkan hutan-hutan yang terbakar
mosaik malam selalu disusun oleh banyak bisikan-bisikan rahasia
dari pokok kamboja yang diam-diam meluruhkan bunganya
hingga anak-anak embun yang dilahirkan sulur-sulur markisa
dari kata-kata yang dituliskan di atas sehelai kertas buram
hingga tanda baca yang masih mempertontonkan koma yang muram
semua nampak apa adanya
tanpa skenario membabi buta
bagaimana merekayasa segalanya terlihat sempurna
padahal pada kenyataannya
adalah potongan kecil fatamorgana
yang terpeleset di sudut retina
Bogor, 14 September 2019