Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Keramaian yang Kehabisan Percakapan

27 Agustus 2019   02:43 Diperbarui: 27 Agustus 2019   03:06 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada setiap keramaian yang datang atas kehadiran malam, dengan atau tanpa rembulan, luruhlah partikel-partikel mampat yang disebut kegelapan. Di dalamnya, akan selalu ada percakapan yang dibawa angin dingin dan kabut yang mulai terangkat ke permukaan;

Sungguhpun gelap tidak memperlihatkan apa-apa, di sekitarnya selalu tersimpan rahasia. Apakah itu tentang cara menggenosida masa silam, atau justru memusiumkan kenangan dengan baik-baik saja. Semua akan tercantum dalam perjanjian tanpa perlu tanda tangan. Ketika kita memutuskan untuk berdamai dengan apapun bentuk bayangan masa depan.

Pada setiap keramaian yang terjadi di pagi yang telah kehabisan mimpi, dengan atau kehilangan matahari, terbitlah aroma embun yang bergantian bunuh diri. Di dalam kematiannya, akan ada percakapan yang dikemas dalam bentuk keinginan, bagaimana sebaiknya memulai perjalanan hari;

Keberangkatan tak boleh tertunda hanya karena rasa ragu akan waktu yang rasanya tidak memihakmu. Tiap kali membuka pintu, yakinilah bahwa akan selalu ada langkah baru. Meninggalkan segala macam kebosanan, juga menyingkirkan semua asesoris kecemasan.

Pada setiap keramaian yang tertinggal di atas meja kerja, dengan atau tanpa rencana-rencana, muncullah kisah-kisah yang bertutur tentang rasa lelah dan kemungkinan juga asa yang gelisah. Di antaranya, akan ada percakapan yang digulirkan bersamaan dengan berlalunya gerbong kereta atau melajunya tubuh bus kota;

Kepulangan selalu satu rumah dengan keberangkatan. Tidak satu kalipun terdapat perjalanan tak berujung betapapun itu sangatlah murung. Dunia boleh saja nyaris selalu berkabung, akibat kita ditakdirkan untuk selalu menjadi perundung, namun itu bukan alasan untuk membuat semua perihal mendadak urung.

Keramaian yang telah kehabisan perkataan. Melahirkan percakapan dengan cara saling berdiaman.  Mematung di antara arca. Merenung di sela-sela berhala.

Jakarta, 27 Agustus 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun