Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Memasuki Zona Fiksi Itu Bukan Sekadar Menjelajahi Mimpi

14 Agustus 2019   15:37 Diperbarui: 14 Agustus 2019   16:00 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mungkin tidak banyak yang menyadari bahwa sebuah khayalan atau imajinasi yang semula menjadi pelarian bagi lahirnya pemikiran demi pemikiran, adalah basis kuat ilmu pengetahuan. Ingat Leonardo Da Vinci? Galileo Galilei? Jules Verne? Orang-orang hebat itu mengawali semua visinya melalui konsep dan tulisan fiksi.

Leonardo Da Vinci meramalkan melalui khayalan dalam sebuah sketsa lukisan tentang akan adanya mesin terbang hanya dengan berimajinasi setelah melihat elang. Lalu Galileo Galilei terpaksa merelakan hidupnya sebagai tahanan rumah seumur hidup karena meyakini melalui tulisannya tentang teori heliosentris yang menyatakan matahari adalah pusat semesta alih-alih bumi. 

Kemudian bagaimana juga seorang Jules Verne menulis sebuah novel tentang perjalanan ke bulan yang saat itu hanya menjadi fiksi tingkat tinggi karena dianggap mengada-ada dan ngayawara.

Semua akhirnya terbukti. Para ilmuwan di zaman setelah mereka mewujudkan fiksi itu menjadi kenyataan yang menggemparkan. Mesin terbang adalah pesawat masa kini. Matahari ternyata memang sumbu perputaran dari semesta. Dan di tahun 60-an orang sudah menjejakkan kaki di bulan.

Jadi sebaiknya mulai sekarang jangan pernah menganggap fiksi itu hanyalah mimpi. Para penulis yang terkadang dicap stereotip sebagai orang yang hidup di dunianya sendiri, seringkali mendapatkan sebuah inspirasi yang sesungguhnya adalah visi dari sebuah ilmu pengetahuan.

Alangkah menariknya jika kita bisa melakukan penelitian terhadap buku-buku fiksi yang kelihatannya aneh dan tak masuk akal. Mungkin kita bisa menginventarisir hal-hal unik apa yang coba disajikan oleh penulis-penulis gila itu. Siapa tahu ternyata salah satunya adalah solusi pengetahuan dari apa yang saat ini belum terpecahkan.

Saya teringat pada salah satu film Anakonda. Di film tersebut disebutkan bahwa anggrek hitam di suatu tempat di Borneo adalah obat awet muda dan mencegah sel-sel tubuh menua. Awalnya saya hanya menganggap itu hiburan semata. Saya lebih heboh melihat kemunculan ular-ular raksasa itu dibanding berpikir dalam-dalam mengenai si anggrek hitam.

Setelah sekian lama, barulah saya menyadari kekurangan otak saya dalam mencerna sebuah cerita. Bila memang benar si anggrek hitam bisa mencegah penuaan, itu artinya sama dengan penemuan obat untuk melawan kanker, menyembuhkan luka, dan lain sebagainya. 

Jadi sebaiknya lupakan si ular besar dan fokuslah ke anggrek hitam. Entah kapan, tapi saya yakin sekali bahwa si anggrek hitam ini akan menjadi rebutan dunia farmasi sebagai bahan baku obat yang belum ada di masa kini.

Harus diakui memang, zona fiksi adalah zona awang-awang. Apalagi di banyak tempat yang masih menganggap bahwa literasi itu perkara yang melebihi basi. Tidak perlu mendapatkan atensi.

Memasuki zona fiksi ibarat menguji keberanian untuk memasuki labirin yang kita tidak tahu di mana pintu keluarnya. Dengan kemungkinan kita terjebak di dalamnya, menjadi manusia gua. Atau menemukan pintu keluar, tapi dengan kelelahan luar biasa.

Bila diibaratkan, memasuki zona fiksi bagi sebagian orang adalah menjelajahi kerumitan mimpi. Terlihat begitu luar biasa , namun ternyata begitu terjaga sadar bahwa tidak terjadi apa-apa. Tapi bagi sebagian yang percaya firasat, dunia mimpi adalah sebuah dunia yang menjembatani alam bawah sadar dan keinginan. Oleh karena itu sampai muncul yang namanya tafsir mimpi.

Nah, di sinilah kuncinya. Bagaimana caranya menerbitkan tafsir fiksi sebagai khasanah tak biasa dalam menerjemahkan visi masa depan. Khayalan demi khayalan yang coba diterjemahkan. Atau paling tidak dipetakan. Supaya kita tidak merasa bersalah. Telah mengabaikan sebuah risalah. Padahal bisa saja itu bagian dari pemecahan masalah.

Akhirnya
Belajar dari semua itu, mulai sekarang jika membaca sebuah novel atau cerpen atau karya fiksi lainnya, saya akan menganggapnya sebagai sebuah isyarat akan hadirnya hal baru. Mungkin tidak sekarang, tapi sangat mungkin menjadi kenyataan di masa yang akan datang.

Jakarta, 14 Agustus 2019
---
Maaf bukan ingin menggurui, anggap saja ini catatan kaki

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun