Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Menelusuri Jejak Rindu

23 Juli 2019   18:58 Diperbarui: 23 Juli 2019   18:59 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Terkadang aku harus menelusuri diam-diam. Di mana letak rindu bersemayam. Apakah ada di antara kebisingan, ketika hening kehilangan sama sekali percakapan? Atau terselip di sela-sela waktu yang gagu, ketika semua gaduh mendadak jadi bisu?

Dan itu sama sekali tidak mudah. Jejak-jejak rindu tak terendus oleh waktu. Sekali waktu, menjelma sebagai kekerasan batu. Namun selebihnya, begitu dalam tersembunyi, laiknya hati yang berhibernasi.

Pada musim dingin, saat kehangatan adalah mimpi yang setengah mati dicari, rindu bisa menyerupai api. Membakar segala macam hypotermia. Membelalakkan biji mata hingga serupa purnama.

Pada musim panas, saat rasa dingin adalah obat paling mujarab bagi hati yang sembab, rindu adalah percikan salju dari Shangrila. Menetes seumpama keluwesan sentuhan angka demi angka. Pada pendulum yang berdetak sempurna.

Pada musim kekacauan, saat tungku tak bisa dihidupkan dan kopi tak lagi bisa dijerang, rindu akan meninggalkan jejak yang jelas. Pada batas-batas saat kita telah nyaris kehabisan nafas. Karena berusaha keras menyelesaikan perkara-perkara yang belum tuntas.

Rantau Prapat, 23 Juli 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun