Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Hilang dan Menjadi Hujan

17 Juli 2019   17:08 Diperbarui: 17 Juli 2019   17:08 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejenak aku merasa hilang
ditelan kerumunan tak habis-habis
dari percakapan di lini masa
yang terus menerus berbicara
tentang cuaca yang sedang panas-panasnya
sementara mendung terus menghujani isi kepala

Aku adalah tetua elang
dengan sayap nyaris putus, kedua-duanya
sedang memberikan pelajaran terbang
kepada orang-orang yang patah hati
agar tak terlanjur berpikir
cara terbaik bunuh diri

Aku benar-benar lenyap
di antara kabut asap kota yang pekat
menjelma menjadi tumpukan geram
di gang-gang serupa labirin
dan jalan-jalan sempit yang mirip petak kuburan
tempat banyak keinginan bermatian, tanpa pemakaman

Aku ingin ada di langit sekarang
merenangi ladang kapas
yang belum saatnya dipanen
sebab baru saja ditanam
oleh embun pagi yang memilih pergi
daripada selalu dikira tempat pelampiasan sepi

Kelak aku akan turun bersama hujan
menumpang satu dari sekian rintiknya
mendatangi orang-orang yang rindu
tapi tak mau mengaku
karena rindu ternyata begitu berat nian
bila harus dipikul sendirian

Jakarta, 17 Juli 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun