Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Negeri Para Manekin

26 Juni 2019   16:31 Diperbarui: 29 Juni 2019   07:21 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi permainan manekin (pixabay.com)

Orang-orang yang baru saja memulai aktifitas pagi terperanjat bukan kepalang. Kereta yang biasanya dinaiki para penglaju semakin berdesakan karena ketambahan para penumpang rupawan. Serombongan besar lelaki dan perempuan berwajah dingin. Orang-orang ini belum pernah kelihatan sebelumnya. Kenapa mendadak berduyun-duyun menjadi penumpang kereta? Apakah mereka sudah terlalu lelah naik mobil pribadinya?

Jika diperhatikan baik-baik.  Tubuh dan wajah itu begitu sempurna. Bahkan tahi lalat setitik, atau flek hitam di muka, sama sekali tak ada. Tatapan mata mereka terkesan dingin dan angkuh. Tak peduli dengan sekitar. Masing-masing sibuk dengan aktifitas diri sendiri. Nyaris semua terpaku pada gawai masing-masing. 

Umumnya orang yang bermain dengan gawainya selalu berekspresi. Entah tertawa, terperanjat, mengerutkan kening atau malah berduka.  Tapi mereka sama sekali tidak!  Wajah dan mata itu menelan semua informasi dari gawai seolah sama sekali tidak terjadi apa-apa yang bisa memainkan emosi mereka.  Dingin dan kaku.

Terang saja semua para penglaju itu terheran-heran. Jangan-jangan orang-orang baru ini robot atau semacamnya.  Wajah dan tubuh mulus pucat tak bercacat.  Baju dan aksesoris juga nampak mahal dan bermerk terkenal.

Kereta berhenti tiba-tiba. Melakukan pengereman mendadak. Para penumpang yang tidak siap otomatis terjungkal kesana kemari.  Orang-orang dingin itu sepertinya sangat sigap. Mereka tidak terpengaruh. Tetap tegak di tempat duduknya, tetap tegap di tempat berdirinya.

----

Kejadian serupa tidak hanya ditemui di kereta. Di kantor-kantor pemerintahan, gedung-gedung swasta, pasar, terminal, dan semua tempat umum lainnya, diserbu kedatangan para manusia manekin.

Entah bagaimana asal mulanya, yang jelas para manekin itu tanpa banyak bicara melakukan semua tugas yang sebelumnya dilakukan manusia sungguhan. Ada yang menggantikan pekerjaan seorang menteri, direktur perusahaan swasta, pedagang, sopir bus antar kota, dan lain sebagainya.

Semua dikerjakan dengan sempurna. Tanpa cacat. Orang-orang yang digantikan oleh mereka entah pergi dan dilarikan ke mana.

Dengan kesempurnaan fisik dan cara bekerja, manusia-manusia manekin itu tak pernah merasakan lelah. Semua dikerjakan secara sistematis dan tepat waktu. Tidak ada lagi yang namanya gaduh di kantor karena suara bisik-bisik orang bergosip atau saling menebar hoax. Manusia-manusia manekin itu diam saat bekerja. Tak bersuara.

Mereka hanya bekerja dan bekerja. Waktu istirahat dimanfaatkan dengan menulis dan membaca. Manusia-manusia manekin itu rupanya tidak perlu makan. Hanya saja tegangan listrik mendadak turun saat jam makan siang. Sambil membaca dan menulis, manusia-manusia manekin itu mencharge tubuh mereka masing-masing di jaringan listrik kantor.

Kinerja kantor dan perusahaan meningkat pesat. Tidak ada lagi delay pekerjaan. Semuanya tepat waktu diselesaikan. Para pimpinan perusahaan beramai-ramai mengganti karyawannya dengan manusia-manusia manekin. Hanya pekerjaan kasar saja yang masih dikerjakan oleh manusia sungguhan. OB, kuli panggul, penjaga malam, satpam, adalah profesi-profesi yang masih mempekerjakan manusia sungguhan.

Karena populasi manusia sungguhan sedemikian banyak sementara sebagian besarnya dipecat atau dirumahkan, maka terjadilah ledakan angka pengangguran. Kejahatan mulai meruyak di mana-mana. orang-orang perlu makan tapi tak punya penghasilan. Pencurian, penjarahan, perampokan menjamur tak karuan.

Semakin lama kekacauan tak bisa dikendalikan. Manusia-manusia sungguhan saling bunuh. Para perampok, pencuri dan penjarah yang notabene adalah manusia sungguhan baku tikam dengan para satpam, penjaga malam, dan polisi yang juga manusia sungguhan.

Pemerintah kewalahan. Kejahatan yang membesar berubah menjadi pemberontakan. Terjadi bentrokan di sana sini yang tak bisa lagi dikendalikan. Polisi-polisi banyak yang mati. Tentara juga tak berfungsi karena masing-masing memikirkan keluarga dan dirinya sendiri.

Secara dramatis pemerintah akhirnya merekrut manusia-manusia manekin sebagai aparat keamanan. Entah datang darimana, tapi manusia manekin berdatangan mendaftar. Mungkin ada pabrik yang memproduksi atau justru mereka ada untuk menggantikan setiap manusia sungguhan yang mati.

Pada akhirnya semua kerusuhan berhenti. Aparat keamanan yang terdiri dari para manusia manekin bertindak tegas dan tak peduli. Para perusuh dan pemberontak ditangkap atau ditembak mati. meski banyak juga korban yang berjatuhan di pihak manusia manekin, tapi tak lama kemudian manusia manekin yang baru bermunculan. Menggantikan manusia sungguhan yang mati.

Suasana damai mulai tercipta. Tatanan negara berubah secara drastis. Manusia-manusia manekin menguasai nyaris seluruh sendi kehidupan. Manusia sungguhan yang tersisa sekarang hanya sebatas menjadi pembantu, gelandangan, atau tahanan.

Pemerintah yang masih terdiri dari manusia sungguhan bisa bernapas lega.

Tapi itu tak lama. Karena di bulan berikutnya terjadilah kudeta. Manusia-manusia manekin menguasai istana kepresidenan dan kantor-kantor pemerintahan. Semua pejabat pemerintahan ditangkap dan ditahan. Untuk selanjutnya menjalani proses pengadilan.

Mereka dituduh melakukan pengabaian terhadap kemanusiaan karena membiarkan manusia manekin mengambil alih kehidupan. Tuduhan itu dilakukan oleh jaksa negara yang adalah manusia manekin juga. Para pejabat pemerintahan akan diadili secara spartan. Di pengadilan manusia manekin.

Keesokan harinya keluarlah pengumunan secara masif di koran-koran, radio dan televisi yang menyatakan;

"Negara sekarang dikuasai oleh manusia manekin. Siapapun dilarang mempunyai hati dan perasaan. Semua akan dijalankan sesuai aturan. Tanpa pengecualian!"

Para manusia sungguhan yang membaca, mendengarkan dan menyaksikan pengumuman itu hanya bisa mengelus dada. Menyesali kenapa tanpa sadar telah menyerahkan semua pada dunia maya.

Jakarta, 26 Juni 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun