Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tetralogi Air dan Api, Idu Geni

19 Maret 2019   05:31 Diperbarui: 19 Maret 2019   05:52 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Bab XV-2

Bab XV-3 (Terakhir)

Arya Dahana melangkah maju dan duduk kembali di sebelah Dewi Mulia Ratri.  Mengangkat dan mendorong dengan lembut agar gadis ini duduk bersila.  Diraihnya ujung bawah jubah Dewi Mulia Ratri.  Diangkatnya ke atas tanpa membukanya.  Arya Dahana sendiri mengambil posisi bersila di depan Dewi Mulia Ratri.  Ditempelkannya kedua belah telapak tangan ke dada Dewi Mulia Ratri yang terbuka.

Dewi Mulia Ratri memekik kecil menahan rasa malu yang teramat sangat.  Namun gadis ini terdiam saat dari kedua belah telapak tangan pemuda itu mengalir hawa dingin luar biasa.  Gigi gadis ini gelemeletukan menahan dingin.  Mengherankan! Begitu hawa dingin itu mulai merasuk ke dadanya yang sakit,  berganti menjadi hangat bukan main.  Hawa hangat itu berputar putar di dada yang tadi sakit sekali.

Perlahan namun pasti, Dewi Mulia Ratri mulai merasakan berkurangnya rasa sakit di tubuhnya, berbarengan dengan menipisnya perasaan malu yang luar biasa tadi.  Hanya perasaan nyaman yang melingkupi seluruh hatinya.  Dilihatnya pemuda di hadapannya betul-betul memusatkan perhatian pada pengobatan.  Matanya terpejam.  Keringat sebesar biji-biji kelereng mengalir pelan-pelan di kening dan lehernya. 

Dewi Mulia Ratri semakin merasakan rasa nyaman di dadanya.  Gadis ini membuka matanya lebar-lebar.  Dia ingin tahu apakah pemuda di depannya ini memanfaatkan kesempatan dengan membuka mata dan mencuri lihat kemolekan tubuhnya.  Namun pemuda ini sama sekali tak bergeming dari terpejamnya.  Bahkan keringat yang mengaliri Arya Dahana makin deras saja.

Dewi Mulia Ratri sama sekali tidak menyadari bahwa Arya Dahana keringatan begitu deras karena menahan perasaan berlawanan yang menghimpitnya.  Di dalam hati pemuda itu, bergumul antara dinginnya hawa murni yang terus dialirkannya, dengan hangat tangannya di dada gadis cantik itu.  Oleh karena itu dia memilih untuk menutup matanya agar tidak terganggu pemandangan molek dan langka yang pasti akan menyedot tatapan matanya, sehingga konsentrasinya akan buyar seketika untuk mengobati.

Beberapa jeda berlalu.  Dewi Mulia Ratri sudah merasa jauh membaik sekarang.  Gadis ini masih mengawasi Arya Dahana yang belum melepaskan telapak tangan di dadanya.  Dia sedikit terheran.  Seharusnya Arya Dahana menyudahi pengobatannya.  Namun kemudian berbalik menjadi kasihan. Pemuda ini mandi keringat.  Tubuh dan bajunya basah kuyup dan gemetaran.  Ah, dia pasti kelelahan sangat telah mengerahkan tenaganya untuk mengobatiku.  Pikir Dewi Mulia Ratri jatuh iba.

Karena sekarang dia tidak merasakan sakit lagi di dadanya, dengan lembut dipegangnya tangan pemuda ini lalu di lepaskannya dari dadanya.  Gadis ini heran, meskipun tangan itu telah dilepaskannya, namun Arya Dahana tetap menutup matanya masih dengan tubuh gemetaran.

Dewi Mulia Ratri menjadi cemas.  Tanpa pikir panjang, sampai-sampai lupa untuk mencari penutup dadanya, gadis ini mengusap keringat Arya Dahana dengan lembut.  Dihelanya rambut yang berjuntai menutupi mata yang tertutup rapat itu.  Dewi Mulia Ratri terperanjat.  Tubuh pemuda itu terasa sangat panas ketika tadi dia sempat menyentuh keningnya. Dan mata itu, masih saja tertutup dengan rapat!

Rasa hangat mengaliri wajah Dewi Mulia Ratri.  Lalu turun mengaliri sekujur tubuhnya.  Ih aneh sekali.  Tadi rasa yang ini tidak muncul saat tangan pemuda itu di dadanya.  Tapi sekarang?  Ini menjalarinya dengan sangat hebat.  Dia merindukan sentuhan lembut dan gemetar itu lagi!  Pikiran ini kontan membuat pipi Dewi Mulia Ratri memerah seperti saga.  Dicobanya menepis pikiran itu dengan mengatur nafas dan memejamkan mata. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun