Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air dan Api, Idu Geni

17 Maret 2019   05:40 Diperbarui: 17 Maret 2019   05:41 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Panglima Amranutta tersenyum dingin.  Namun senyumnya tiba-tiba lenyap seketika.  Pasukan gaib itu kembali bergerak dan menyerang dengan lebih dahsyat.  Karuan saja, pasukan Lawa Agung menjadi kalang kabut kembali.

Panglima Amranutta mencari-cari dengan sudut matanya.  Siapa gerangan tokoh di balik pasukan gaib ini.  Matanya terbentur pada seorang gadis muda di kejauhan yang sedang menggerak-gerakkan tangannya. 

Panglima Kelelawar juga mengikuti arah pandangan Panglima Amranutta.  Huh! Gadis murid Si Bungkuk Misteri itu lagi! 

Dewi Mulia Ratri mengerahkan kemampuan sihir yang dipelajarinya dari Kitab Ranu Kumbolo.  Tadi dia bertarung dengan Nini Cucara yang mencoba mengganggu pasukan gaib yang dibangkitkannya untuk mengacau pasukan penyerang Lawa Agung.  Setelah berhasil menanggulangi serangan Nini Cucara, ada serangan sihir yang lebih dahsyat lagi dari orang tua yang cara berjalannya sangat aneh itu di sana.  Diapun berhasil juga mementahkan sihir orang itu.  Namun dia menyadari bahwa ilmu sihir orang kedua ini lebih dahsyat daripada Nini Cucara. 

Gadis cantik ini melirik Bimala Calya di sebelahnya yang berjaga-jaga dan bersiap sedia terhadap segala serangan sementara dia sedang merapal mantra dan ajian Ranu Kumbolo.  Dewi Mulia Ratri hanya ingin melihat bagaimana sikap Bimala Calya karena kali ini harus berlawanan langsung dengan ayah angkatnya.  

Dan sikapnya menimbulkan rasa kagum Dewi Mulia Ratri.  Bimala Calya rupanya sudah punya ketetapan hati yang tinggi untuk melawan ayah angkatnya.  Dewi Mulia Ratri tidak tahu bahwa sikap ini muncul lama sebelum dia bertemu dengannya.  Sikap ini timbul ketika Bimala Calya melakukan perjalanan panjang bersama Arya Dahana.

Pertempuran berjalan semakin sengit.  Hujan anak panah tak henti-hentinya mengarah kepada pasukan Lawa Agung yang juga harus mempertahankan diri dari serangan pasukan gaib yang dibangkitkan oleh Dewi Mulia Ratri. 

"Amranutta, aku akan merubuhkan biang pasukan gaib ini.  Kakang seranglah gadis di sebelahnya.  Rebut alat tiup pusakaku yang ada padanya."

Demikian perintah singkat Panglima Kelelawar kepada Panglima Amranutta.

Yang diperintah mengangguk mengiyakan.  Tubuhnya melayang menuju Bimala Calya.

Dewi Mulia Ratri dan Bimala Calya melihat dua sosok tokoh tokoh tertinggi Lawa Agung mendekati  mereka dengan cepat.  Keduanya segera bersiaga. Panglima Kelelawar dan lelaki tua aneh itu mempunyai kemampuan yang sangat tinggi.  Mereka tidak boleh main-main dan harus selalu waspada. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun